JAKARTA – Umat manusia harus bisa hidup dengan ancaman coronavirus ‘dimasa depan’ dan menyesuaikan diri karena tidak ada jaminan bahwa vaksin bisa berhasil dikembangkan. Demikian peringatan dari salah satu pakar penyakit terkemuka dunia.
Pesan gamblang ini disampaikan oleh David Nabarro, profesor kesehatan global di Imperial College, London, dan seorang utusan khusus virus Corona dari PBB kepada WHO. Hal ini disampaikannya ketika jumlah kematian di rumah sakit Inggris akibat virus tersebut melewati angka 15.000. TheGuardian.com melaporkannya dan dikutip Bangkitlah.com di Jakarta, Jumat (8/5)
Lebih lanjut, 888 orang dilaporkan pada hari Sabtu (18/4) telah kehilangan nyawa. Sekretaris komunitas Robert Jenrick dengan sadar mengakui,– sementara jumlah total yang telah terinfeksi meningkat 5.525 menjadi 114.217.
Angka-angka terbaru, tidak termasuk kematian di rumah perawatan dan di masyarakat, terus menekan pemerintah yang berada ditengah kemarahan yang terus-menerus di dikalangan pekerja kesehatan dan serikat pekerja karena kurangnya alat pelindung diri (APD) untuk rumah sakit dan staf rumah perawatan yang berada di garis depan.
Pada akhir Maret, penasihat kesehatan pemerintah mengatakan bahwa jika kematian Inggris akibat virus Coron dapat dijaga di bawah 20.000 pada akhir pandemi, maka itu akan menjadi ‘hasil yang baik’ bagi negara. Tetapi dengan perkiraan 6.000 orang telah meninggal di panti jompo karena Corona,– tidak termasuk dalam penghitungan resmi hari Sabtu (18/5),– kemungkinan angka 20.000 sudah terlampaui.
Dalam sebuah wawancara dengan The Observer, Nabarro mengatakan publik tidak boleh berasumsi bahwa vaksin pasti akan segera dikembangkan. Publik harus beradaptasi dengan ancaman yang sedang berlangsung.
“Anda tidak perlu mengembangkan vaksin yang aman dan efektif terhadap setiap virus. Beberapa virus sangat, sangat sulit dikembangkan,– jadi untuk masa yang akan datang, kita harus menemukan cara untuk menjalani hidup kita dengan virus ini sebagai ancaman terus-menerus.
“Itu berarti mengisolasi mereka yang menunjukkan tanda-tanda penyakit dan tidak juga berhubungan dengan mereka. Orang yang lebih tua harus dilindungi. Selain itu, kapasitas rumah sakit untuk menangani kasus harus dipastikan. Itu akan menjadi normal baru bagi kita semua.”
Komentar muncul dari mantan Menteri Kesehatan Inggris Jeremy Hunt yang mengatakan satu-satunya jalan ke depan bagi semua negara adalah mendukung sistem kesehatan global baru yang akan jauh lebih banyak kerja sama internasional antara pemerintah dalam masalah kesehatan. Itu juga akan membutuhkan negara-negara kaya untuk berbuat lebih banyak mendukung sistem kesehatan negara-negara termiskin di dunia.
“Saya pikir keamanan kesehatan global akan berada pada daftar topik yang kecil namun kritis seperti perubahan iklim yang hanya bisa kita selesaikan dalam kemitraan dengan negara lain,” kata Hunt kepada The Observer.
Dalam sebuah kritik yang jelas terhadap Presiden Amerika Serikat, Donald Trump yang mengumumkan minggu lalu ia menunda pendanaan untuk WHO,– Hunt menambahkan, “Tentunya pelajaran tentang virus Corona adalah pengobatan bukan membunuh … Itu tentu saja tidak berarti memotong dana mereka kepada WHO.
“Salah satu pelajaran besar dari ini semua adalah ketika kita bisa menciptakan sistim kesehatan dunia, kekuatan kita adalah bagian terlemah dari rantai sistim kesehatan dunia tersebut.
“Meskipun Cina telah dikritik karena menutup-nutupi virus pada tahap awal, situasinya akan jauh lebih buruk jika ini dimulai di Afrika. Kerja sama internasional dan sistem perawatan kesehatan pendukung negara-negara termiskin harus menjadi prioritas utama dalam hal pelajaran yang perlu kita pelajari.”
Pesan Nabarro menjadi peringatan suram kedua yang datang dari jajaran senior WHO dalam tiga hari terakhir. Pada hari Jumat, Maria Van Kerkhove, kepala unit penyakit dan zoonosis WHO yang baru muncul, memperingatkan bahwa tidak ada bukti bahwa tes antibodi yang sekarang sedang dikembangkan akan menunjukkan apakah seseorang memiliki kekebalan atau tidak lagi berisiko terinfeksi ulang oleh virus Covid-19. .
Pada hari Sabtu diketahui bahwa dokter dan perawat yang merawat Covid-19 menghadapi kekurangan baju pelindung ukuran penuh selama berminggu-minggu yang akan datang. Kemarahan petugas kesehatan meningkat tidak ada stok baju pelindung. Ternyata baju pelindung tidak dimasukkan dalam daftar persediaan yang disiapkan untuk pandemi flu potensial seperti Corona. (Utari)