Mata uang Yuan. (Ist)

JAKARTA – Mata uang Dollar Amerika Serikat (AS) tidak akan dipergunakan lagi dalam transaksi perdagangan bilateral antara Indonesia dengan China.

Kedua negara mulai kuartal III tahun 2021 atau bulan Juli mulai menggunakan skema local currency settlement (LCS). Mata uang rupiah dan Yuan akan digunakan dalam transaksi tersebut.

“Mungkin nanti bulan Juli atau kuartal III/2021 ini akan launching dan segera diterapkan,” kata Kepala Departemen Pengembangan Pasar Keuangan BI Donny Hutabarat saat acara virtual bertajuk ‘Blueprint Pengembangan Pasar Uang 2025: Membangun Pasar Uang Modern dan Maju di Era Digital’, Jumat (25/6/2021).

Regulasi memgenai LCS tersebut kini sedang disiapkan. Donny optimis penerapan LCS antara Indonesia dan China akan berkembang pesat, apalagi dunia usaha dan perbankan minatnya tinggi.

“Kalau kita berdiskusi dengan dunia usaha dan perbankan mereka minatnya tinggi,” ujar Donny.

Sebelum dengan China, Indonesia sudah memiliki kesepakatan pembayaran menggunakan skema LCS dengan beberapa negara, seperti Thailand, Malaysia, dan Jepang. Menurut Donny, kerja sama LCS dengan Jepang adalah yang paling berkembang dengan pesat, meskipun baru terimplementasi di 2020.

Sementara itu, Bank Indonesia (BI) dalam laporannya menyebutkan, Posisi Investasi Internasional (PII) Indonesia pada triwulan I 2021 mencatat kewajiban neto yang menurun.

Pada akhir triwulan I 2021, PII Indonesia mencatat kewajiban neto 268,6 miliar dolar AS (25,3 persen dari PDB), menurun dibandingkan dengan kewajiban neto pada akhir triwulan IV 2020 yang tercatat sebesar 281,0 miliar dolar AS (26,5 persen dari PDB).

Kepada Bangkitlah.com dilaporkan, Direktur Eksekutif Kepala Departemen Komunikasi Bank Indonesia, Erwin Haryono mengatakan, penurunan kewajiban neto tersebut disebabkan oleh penurunan posisi Kewajiban Finansial Luar Negeri (KFLN) yang diiringi oleh peningkatan posisi Aset Finansial Luar Negeri (AFLN).

“Penurunan posisi KFLN Indonesia didorong oleh nilai instrumen keuangan domestik yang menurun. Posisi KFLN Indonesia pada akhir triwulan I 2021 menurun 1,0 persen (qtq) dari 685,5 miliar dolar AS pada triwulan IV 2020 menjadi 678,6 miliar dolar AS,” ujar Erwin.

“Penurunan posisi KFLN tersebut terutama disebabkan oleh faktor revaluasi atas nilai instrumen keuangan domestik berdenominasi Rupiah seiring dengan penguatan nilai tukar dolar AS terhadap Rupiah,” sambungnya.

Erwin melanjutkan, penurunan lebih lanjut tertahan oleh transaksi KFLN yang mencatat surplus berupa arus masuk investasi langsung dan investasi portofolio pada triwulan I 2021, seiring persepsi positif investor terhadap prospek perbaikan perekonomian domestik. Posisi AFLN Indonesia meningkat terutama didorong oleh peningkatan transaksi aset dalam bentuk cadangan devisa dan investasi lainnya.

Posisi AFLN pada akhir triwulan I 2021 tumbuh 1,4 persen (qtq), dari 404,5 miliar dolar AS menjadi 410,0 miliar dolar AS. Peningkatan posisi AFLN tertahan oleh faktor revaluasi akibat penguatan dolar AS terhadap mayoritas mata uang utama dunia dan penurunan harga beberapa aset luar negeri dalam bentuk surat utang. Bank Indonesia memandang perkembangan PII Indonesia pada triwulan I 2021 tetap terjaga dan mendukung ketahanan eksternal.

Hal ini tercermin dari struktur kewajiban PII Indonesia yang didominasi oleh instrumen berjangka panjang. Bank Indonesia akan tetap memantau potensi risiko terkait kewajiban neto PII terhadap perekonomian.

“Ke depan, Bank Indonesia meyakini kinerja PII Indonesia akan tetap terjaga sejalan dengan upaya pemulihan ekonomi Indonesia dari dampak pandemi Covid-19, yang didukung sinergi bauran kebijakan Bank Indonesia dan Pemerintah, serta otoritas terkait lainnya,” pungkasnya. (Utari)

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here