JAKARTA – Indonesia menempati peringkat Hope tertinggi dan Efficacy kedua. 100 Profesor psikologi dunia diprakarsai oleh Prof Dr. Pontus Leander dan Prof Dr. Dr. Jocelyn Belanger menyelenggarakan survey opinion leaders and influencers global. Prof Hamdi Muluk psikolog Universitas Indonesia menjadi representatif yang mengontak narasumber Indonesia. Survey online yang dilakukan sampai 25 Maret 2020 itu baru saja diselesaikan dengan 59.504 responden, di antaranya 2.305 dari Indonesia.
“Malam tadi saya baru menerima hasil survey dari Prof Hamdi Muluk yang paralel dengan putusan Ratas bahwa Indonesia optimis akan keluar dari kemelut Covid-19 ini pada bulan Juli 2020. Ini suatu koinsidensi timing penyelesaian survey opini dengan realitas situasi di lapangan, yang menunjukkan perbaikan situasi dan grafik melandai dari virleni Covid. Semoga kita bisa membuktikan optimisme dari survey dalam realitas sosial nyata,” ujar Christianto Wibisono, Penulis buku ‘Seandainya Tuhan Bisa Mengubah Sejarah’ terbit di 75 tahun Republik Indonesia kepada media, Rabu (29/4).
Survey tersebut menunjukkan masyarakat Indonesia lebih optimis dan realis dibandingkan masyarakat Amerika Serikat.
“Hasil survey menunjukkan kita cukup optimis realis meski agak paranoid juga, terdampak pandemik,”ujarnya.
Christianto Wibisino memaparkan, hasil survey menunjukkan Indonesia menempati peringkat yang lebih rendah dalam hal kepercayaan terhadap teori konspirasi mengenai covid-19, jauh lebih rendah dari China bahkan lebih rendah dari The United States.
Kepada Bangkitlah.com dilaporkan, survey juga menunjukkan loneliness di Indonesia lebih rendah daripada United States, Hungary, dan Australia.
“Bahkan lebih rendah daripada global,” katanya.
Christianto mengatakan, Hope dan Efficacy masyarakat Indonesia menempati peringkat 1 dan 2 dibandingkan negara-negara major lain di seluruh benua.
Indonesia juga menurutnya termasuk dalam peringkat tinggi dalam respon apakah mereka memperoleh pesan dan imbauan yang jelas dan tidak ambigu terkait virus corona.
“Relatif kita merasa informasi tentang virus corona ditangkap dengan jelas,” katanya.
Dibandingkan United States, Indonesia lebih banyak yang tinggi di emosi positif terkait COVID-19 dan lebih rendah di emosi negatif.
“Sekali lagi kita lebih optimisan dan berpikir positif dibanding masyarakat Amerika Serikat,” ujarnya
Namun demikina survey itu menunjukkan beberapa hal negatif dari masyarakat Indonesia dibandingkan dengan negara-negara lain.
“Mean scores paranoia Indonesia tertinggi kedua setelah Turki. Orang kita cenderung mudah curigaan, terutama dengan pendatang,” ujarnya
Dibanding negara-negara major di berbagai benua, Indonesia negara peringkat 1 masih melakukan perilaku kontak secara tatap muka, bukan online.
“Nah, ini penjelasannya mengapa PSBB masih belum efektif. Offline masih lebih penting dibanding online,” ujarnya. (Utari)