JAKARTA – Kepala Lembaga Biologi Molekuler (LBM) Eijkman/Pakar Mikrobiologi Klinik Prof Amin Soebandrio menanggapi Eks Menkes Siti Fadilah Supari yang meminta meneliti pola penyebaran virus COVID-19 kemungkinan sebagai bioweapon (senjata biologis).

“Itu sedang kami kejar, tapi kalau bu Fadilah (Eks Menkes Siti Fadilah) lihat jumlah origin genome sequence sampai dengan Desember lalu, jumlahnya masih sangat sedikit,” kata Prof Amin Soebandrio di kanal YouTube Siti Fadilah Supari Channel yang dikutip, Sabtu 7 Agustus 2021.

Menurut, Prof Amin Soebandrio, saat itu genome sequence-nya hanya 300-an. Bahkan Eijkman sudah senang dengan jumlah segitu karena bisa melihat sequencesnya.

“Tetapi ketika kita semuanya sepakat bahwa kita butuh data lebih banyak, lebih rinci. Nah sejak Januari 2021 kemudian ada kerjasama antara Kementerian Riset dan Teknologi dengan Kementerian Kesehatan,” kata Prof Amin Soebandrio.

Terkait dengan itu, kata Prof Amin Soebanrio untuk meningkatkan jumlah origin genome sequence, jadi Eijkman dan pemerintah memobilisasi semua laboratorium.

“Baik yang di LPNK maupun perguruan tinggi yang sudah punya kemampuan untuk menguji genome sequence dan sampelnya diambil sebanyak mungkin dari daerah-daerah yang mewakili seluruh Indonesia,” kata Prof Amin Soebandrio.

Eijkman, kata Prof Amin Soebandrio berharap dengan pengumpulan genome sequence itu bisa mendapatkan potret yang sesungguhnya tentang situasi pandei COVID-19 di Indonesia.

“Tidak hanya di Jawa tapi seluruh Indonesia,” kata Prof Amin Soebandrio.

Alasan, Eijkman tidak melakukan ekpose data terhadap apa yang sedang dan sudah dilakukan dalam mengkaji pola penyebaran COVID-19 ini karena bekerja dalam sunyi.

Kepada Bangkitlah.com dilaporkan, sebelumnya, Prof Amin Soebandrio menjelaskan sebetulnya secara teoritis jika Indonesia memiliki sequences-nya itu akan dengan mudah mengetahui asal virus ini.

“Apakah ada kaitannya dengan virus di lab tertentu. Itu kan sudah diterapkan sejak lama yang namanya Microbiologic Forensic atau Forensik Mikrobiologi, jadi kita menggunakan sequence itu termasuk pola mutasinya sebagai sidik jari,” kata Prof Amin Soebandrio.

Sehingga, lanjut Prof Amin Soebandrio dengan menggunakan forensik mikrobiologi, maka bisa terlihat apakah mutasi ini terjadi secara random atau terpola.

“Kalau terpola berartikan by desain, by desain itu dibikin oleh katakanlah yang tadi dokter Fadilah sebutkan ada intensional use dari mikroba, tapi itu biasanya akan kelihat dari mutasi-mutasinya secara terpola,” ungkap Prof Amin.

Seperti diberitakan sebelumnya, Siti Fadilah meminta LBM Eijkman meneliti tentang pola penyebaran virus COVID-19 ini kemungkinan bioweapon.

“Itu diteliti loh prof, sangat berguna bagi masyarakat kita. Biar pemerintah itu bisa membuat kebijakan yang pas,” kata Siti Fadilah.

Menurut Siti Fadilah pemerintah dalam membuat kebijakan Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) darurat hingga level 4.

“Tapi itu untuk sementara waktu memutus penularan, tapi untuk seterusnya kita harus punya data dari mana, bagaimana ini caranya datang, bagaimana saya harus mengantisipasi dan sebagainya jangan business asusual, kalau busines ususual nanti datang lagi gelombang berikutnya, kasihan rakyat,” kata Siti Fadilah.

Laboratorium Eijkman di Jakarta adalah salah satu laboratorium yang bersama Menkes Siti Fadilah, mengungkap wabah flu burung 2008 lalu, sehingga WHO membatalkan pandemi Flu Burung di Indonesia. (Utari)

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here