BANDAR LAMPUNG – Mantan Kepala Dinas Perdagangan (Kadisdag) Lampung Utara Wan Hendri mengaku telah menyetorkan fee sebesar Rp 1,3 miliar selama tahun 2018-2019.
Kepada Bangkitlah.com dilaporkan, fee untuk Bupati nonaktif Lampura Agung Ilmu Mangkunegara yang diserahkan kepada Kepala BPKAD Lampura Desyadi dan mantan Wakil Bupati Lampura Sri Widodo.
Hal tersebut diungkapkan Wan Hendri saat jadi saksi sidang perkara suap fee proyek Lampura secara telekonferensi di Pengadilan Negeri Tanjungkarang, Kamis (14/5).
Wan Hendri merupakan salah satu terdakwa perkara ini bersama Agung Ilmu, paman Agung (Raden Syahril alias Ami) serta mantan Kadis PUPR Lampura Syahbudin. Wan Hendri hadir secara online dari Lapas Rajabasa.
Wan Hendri mengatakan, tahun 2018 ada empat proyek yang dikerjakan dinas.
Yakni, pembangunan Pasar Pugung Jaya dengan nilai pagu Rp 1 miliar, Pasar Bangun Jaya dengan nilai pagu Rp 1 miliar, Pasar Ogan Jaya dengan nilai Rp 1 miliar, dan gedung metrologi dengan nilai pagu Rp 900 juta.
“Seingat saya, fee dari Pasar Bangun Jaya dan Pasar Ogan jaya, sebesar Rp 460 juta,” kata Hendri.
Selanjutnya uang fee diberikan kepada Desyadi dan Sri Widodo.
“Rp 340 juta saya serahkan ke bupati lewat Desyadi dan Rp 100 juta ke Sri Widodo, dan Rp 20 juta untuk keperluan kantor dan pengamanan,” bebernya.
Pada 2019, dinas mengerjakan dua proyek yakni Pasar Tata Karya dengan pagu Rp 3,6 miliar dan Pasar Comok Rp 1 miliar.
“Fee untuk pasar comok Rp 200 juta diserahkan lewat Rozi staf saya, dan Tata Karya seingat saya Rp 700 juta dan itu yang di OTT,” tandasnya.
Dari uang fee yang ada, Wan Hendri mengaku masih menyimpan Rp 24 juta di rekeningnya.
Uang tersebut belum dikembalikan karena rekeningnya dibekukan.
Dalam sidang itu, Wan Hendri juga mengatakan, jika Raden Syahril atau Ami pernah berkata kepadanya jika ada kegiatan serta kontribusi untuk bupati diserahkan melaluinya.
“Kemudian kata Ami ambil 20 persen. Sebesar 15 persen untuk bos dan 5 persen untuk dinas,” kata dia.
Sementara Bupati nonaktif Lampung Utara Agung Ilmu Mangkunegara selaku terdakwa kasus ini membantah semua kesaksian Wan Hendri.
“Saya tidak pernah memerintahkan Raden Syahril dan meminta fee 20 persen kepada Wan Hendri,” tegas Agung, kemarin.
Agung juga mengatakan, jika dirinya tidak pernah memberikan arahan agar Wan Hendri berkoordinasi dengan Desyadi.
“Karena Desyadi adalah BPKAD tidak bertugas masalah paket pekerjaan. Saya juga tidak pernah terima uang dari Desayadi, baik Rp 100 juta, gak pernah. apalagi Rp 340 juta,” imbuh Agung.
Agung juga mengatakan tidak pernah memerintahkan Ami untuk mengambil uang dari Wan Hendri.
“Dan saya kaget Ami membawa uang dari Wan Hendri ini terkait pas OTT, terakhir uang Rp 210 juta, Rp 10 juta uang pribadi saya dan Rp 200 juta dari Wan Hendri. Lalu tidak pernah saya perintahkan masalah APH diselesaikan dengan uang tapi tetap perbaiki sistem,” kata dia.
Masih Simpan Uang Fee Proyek
Wan Hendri Kadisdag Lampung Utara mengaku masih menyimpan sisa uang hasil fee proyek.
Hal ini diungkapkannya saat ditanya oleh JPU KPK Ikhsan Fernandi dalam Persidangan suap fee proyek Lampung Utara, Kamis (14/5).
“Apakah terkait uang yang anda terima sudah dikembalikan?” tanya JPU.
“Belum karena ada di dalam rekening saya yang dibekukan dan saya siap untuk mengembalikan,” sebut Wan Hendri.
“Berapa tersisa?” tanya JPU.
“Rp 24 juta,” jawab Hendri.
Sementara itu, Penasihat Hukum Agung Ilmu Mangkunegara, Sopian Sitepu menanyakan kepada Hendri apakah sebelum dilantik menjadi Kadisdag Bupati pernah meminta setoran.
“Tidak ada, sesuai aturan,” ujar Hendri.
“Apakah juga ada ancaman kepada saudara jika tidak memberikan setroran akan dicopot dari jabatan?”
“Tidak ada,” jawab Hendri.
Ditahun berikutnya
Pada persidangan teleconference perkara suap fee proyek Lampung Utara, Wan Hendri Kadisdag Lampung Utara mengaku baru mengikuti arahan pengambilan fee proyek di tahun berikutnya.
pagu Rp 900 juta.
“Seingat saya, fee dari Pasar Bangun Jaya dan Pasar Ogan jaya, sebesar Rp 460 juta,” kata Hendri.
Selanjutnya, kata Hendri, uang tersebut dibagi untuk dibagikan ke Desyadi dan Sri Widodo.
“Rp 340 juta saya serahkan ke bupati lewat Desyadi dan Rp 100 juta ke Sri Widodo, dan Rp 20 juta untuk keperluan kantor dan pengamanan,” bebernya.
Sementara kata Hendri untuk tahun 2019, hanya pengerjaan dua pasar yakni Pasar Tata Karya dengan nilai pagu Rp 3,6 miliar dan Pasar Comok Rp 1 miliar.
“Fee untuk pasar comok Rp 200 juta diserahkan lewat Rozi staf saya, dan Tata Karya seingat saya Rp 700 juta dan itu yang di OTT,” tandasnya.(Mardiana)