Jakarta – Sekretariat Nasional (Seknas) Jokowi meminta agar pelayanan polymerase chain reaction (PCR) dilakukan secara gratis bagi semua masyarakat yang membutuhkan PCR. Sebab, biaya PCR yang dipatok untuk pelayanan sangat tinggi. Bahkan, di daerah bisa mencapai Rp 800.000 sampai Rp 1.700.000.
“Biaya ini sangat besar dalam situasi yang sulit ini. Kami minta agar pembantu Presiden Joko Widodo (Jokowi) memikirkan upaya pemberiaan PCR gratis bagi yang membutuhkan,” kata Pjs. Seknas Jokowi, Sereida Tambunan kepada wartawan di Jakarta, Kamis (22/7/2021).
Mengenai upaya pelayanan PCR gratis, kata Sereida, Seknas Jokowi sudah menggalang kerja sama dengan berbagai pihak untuk menghadirkan PCR gratis di sekitar Jabodetabek. Menurutnya, ada ratusan paket PCR gratis yang nanti diberikan kepada warga yang sedang melakukan isolasi mandiri atau pasien covid-19.
“Saya kira, RT,RW dan keluraha, desa perlu aktif melakukan monitor terhadap warganya yang positif covid maupun yang isolasi mandiri. Kalau diketahui secara pasti maka akan memudahkan pendeteksian dan penyaluran bantuan kepada mereka yang membutuhkan. Bisa saja, warga yang isoman memberikan tanda di depan rumah, sehingga tetangga tahu ada isoman, sehingga memudahkan dalam memberikan bantuan. Ini butuh peran RT/RW,” katanya.
Menurut Sereida, pemberian layanan gratis ini bukan sekadar meringankan masyarakat yang membutuhkan PCR, tetapi juga akan memudahkan upaya deteksi virus covid-19.
“Kalau test PCR masih memungut biaya, maka jangan heran kalau mereka yang positif covid sekalipun akan sulit terdeteksi karena ketiadaan biaya untuk PCR. Bukan hanya gratis, tapi juga harus mempermudah masyarakat untuk PCR,” tegas Sereida.
Selain itu, kepada Bangkitlah.com dilaporkan, Sereida juga menyoroti ketersediaan perlengkapan PCR di berbagai daerah. Untuk itu, katanya, Menkes dan jajarannya jangan hanya melihta kondisi Jakarta dan sekitarnya, tetapi perlu juga melihat persoalan di Sumatera, Kalimantan, Sulawesi, Maluku, Papua dan Nusa Tenggara.
“Apakah di sana kebutuhan PCR ini mencukupi, kalau terjadi kelangkaan dan kebutuhan akan PCR akan tinggi, sudah pasti harga akan melambung tinggi. Kami dapat informasi di NTT, misalnya, harga PCR itu bisa mencapai Rp 900.000 sampai Rp 1.700.000. Ini rakyat sudah susah, ya jangan lagi ditambahin dengan beban seperti itu,” tegasnya.
Menurut Sereida, kalau PCR masih tetap berbiaya tinggi, maka pemberian bantuan tunai tidak efektif, karena bisa saja bantuan itu habis untuk melakukan PCR.
“Hal-hal seperti ini semestinya, pembantu Presiden Jokowi lebih gesit dan cermat dalam melihat persoaln nyata di lapangan,” kata Sereida.
Dia juga menyarankan, agar syarat PCR untuk pelaku perjalanan ditinjau kembali, karena hal itu melayani orang yang mungkin saja sehat. Sebab, test PCR ini sangat dibutuhkan mereka yang melakukan isolasi mandiri dan pasien covid-19.
“Nah, kalau rumah sakit dan sebagainya melayani mereka yang melakukan perjalanan, tentu akan mengganggu pelayanan kepada warga yang isoman ataupun pasien covid-19. Mari kita lihat betul dampak dari setiap kebijakan, sehingga tidak kontraproduktif,” tutur Sereida. (Adriana)