JAKARTA – Anggota Komisi VI DPR RI Dr Evita Nursanty, MSc berpendapat memasukkan BUMN pariwisata ke dalam rencana pembentukan holding Aviasi tidak tepat. BUMN pariwisata bisa terseret ke lubang masalah jika dipaksakan saat ini.
“Saya berpendapat sebaiknya BUMN pariwisata tidak ditarik ke sana (Holding Aviasi). Dari luar sepertinya pondasi makin kuat karena bersinerginya kekuatan pariwisata dan transportasi, tapi ingat ini industrinya berbeda-beda, dan dalam situasi kita butuh dorongan kepada pariwisata malah pariwisata akan bisa tertekan akibat cross default dan tidak bisa bergerak karena masalah yang dihadapi BUMN Aviasi,” kata Evita di Jakarta, hari ini.
Dia memberikan contoh apa yang sedang dihadapi PT Garuda Indonesia (Persero) maupun PT Angkasa Pura I (Persero) dan PT Angkasa Pura II (Persero). PT Garuda Indonesia (Persero) seperti diberitakan berbagai media, memiliki hutang Rp32 triliun per Juli 2020 lalu, kemudian PT Angkasa Pura I (Persero) Rp20 triliun dan PT Angkasa Pura II (Persero) Rp18 triliun.
Menurutnya, kurang pas kalau pembentukan holding dilakukan pada kondisi seperti ini.
“Bukan berarti kita tidak dukung Garuda dan Angkasa Pura ya. Tentu kita mendukung semua maju, tapi kita harus katakan rencana ini kurang pas untuk sekarang. Kawan-kawan pariwisata yakin ini rentan sekali, bisa mentrigger event of default bagi BUMN lain. Kemudian jelas nanti tidak ada lagi BUMN pariwisata karena semua jadi anak usaha BUMN Aviasi sehingga industri pariwisata tidak terwakili di jajaran BUMN,” sambung Evita.
Kepada Bangkitlah.com dilaporkan, Politisi PDI Perjuangan ini mengingatkan lagi, industri pariwisata memiliki peran besar dalam pembangunan Indonesia, posisinya merupakan sektor terbesar kedua dalam menghasilkan devisa maupun total revenue. Jangan terkesan ingin membantu BUMN tapi dengan mengganggu yang lain. Apalagi, jenis industrinya berbeda-beda tidak seperti Holding Pupuk atau Perkebunan atau Semen yang relatif seragam.
“Jadi lebih bagus pariwisata itu dijadikan holding tersendiri, kita butuh konsolidasi, kita butuh pariwisata tetap di depan. Alasannya pariwisata adalah lokomotif pembangunan ekonomi dan sektor lainnya. Dengan demikian cara pandangnya adalah pariwisata harus didukung semua sektor transportasi, bukan dibuat menjadi di bawah avisasi. Cara pandang yang benar ini perlu untuk menyelamatkan perekonomian Indonesia yang memang mengandalkan pariwisata,” ucap Evita.
Salah satu alasan untuk menggabungkan BUMN pariwisata masuk Holding Aviasi adalah untuk menggaet pasar yang lebih luas, namun menurutnya, tanpa masuk holding pun upaya meraih pasar yang lebih luas bisa dilakukan. Evita kuatir, dipaksakannya BUMN pariwisata masuk Holding Aviasi akan ikut membuat pariwisata yang sudah mati suri saat pandemi Covid-19 ini akan makin sulit ke depan. Padahal ia berharap BUMN pariwisata bisa makin bebas bergerak dan inovatif menghadapi tantangan regional dan global yang makin kompetitif.
Kementerian BUMN saat ini sedang merampungkan holding BUMN Aviasi dengan PT Survai Udara Penas sebagai induk holding. Menurut rencana pembentukan Holding Aviasi ini akan tuntaskan pada tahun 2020. (Utari)