JAKARTA – Pengumuman Gubernur Anies Baswedan untuk menetapkan pemberlakuan kembali PSBB di DKI Jakarta telah melanggar peraturan kedaruratan. Hal ini ditegaskan oleh Arief Poyuono, Wakil Ketua Umum Partai Gerindra kepada Pers di Jakarta, Kamis (10/9).
“Anies sudah layak di non aktifkan. Karena penetapan PSBB wilayah tidak bisa tanpa sepengetahuan pemerintah pusat dalam hal ini Presiden Jokowi,” tegasnya.
Menurutnya, dampak pengumuman Anies secara sepihak lebih berbahaya karena menyebabkan ketakutan yang luas dimasyarakat yang sedang mencoba bangkit kembali dalam era normal baru.
“Kalau dibiarkan maka Anies telah mendelegitimasi pemerintahan Presiden Jokowi,” tegasnya.
Untuk itu menurut Poyuono, Ketua Umum Gerindra, Prabowo Subianto perlu segera menghadap Presiden Jokowi untuk meminta penonaktifan Anies Baswedan dari Gubernur DKI Jakarta.
“Untuk itu juga Partai Gerindra perlu segera mempersiapkan kadernya yang saat ini menjadi Wakil Gubernur DKI untuk menjabat sementara posisi Gubernur,” tegasnya.
Partai Gerindra menurutnya juga.perlu segera mengajak partai lainnya untuk memastikan wakil-wakil rakyat di DPR DKI Jakarta untuk mengaudit keuangan pemerintahan provinsi DKI Jakarta di bawah Anies Baswedan.
“Semua pengeluaran pemprov harus diaudit agar rakyat tahu kemana saja pengeluaran Pemprov dan Anies Baswedan selama ini,” ujarnya.
OTG Tidak Menular
Kepada Bangkitlah.com dilaporkan, HEAL, sebuah grup ahli medis di facebook mempertanyakan Data Surveillance Covid Saat Ini.
Grup yang diikuti oleh ribuan tenaga mesis ini menyatakan angka positif yang tercatat pada data surveillance sejak awal dan bertambah hingga 203.342 kasus positif terkonfirmasi, telah diakui bahwa sebagian besarnya adalah kasus OTG.
“OTG telah diperbarui istilahnya menjadi presimtomatik dan asimtomatik, yang keduanya sama-sama tidak menunjukkan gejala. Presimtomatik bisa menularkan karena virus berinkubasi dalam tubuh inang namun belum sampai menimbulkan infeksi dan menunjukkan gejala sakit. Sementara, asimtomatik tidak akan menunjukkan gejala oleh karena tubuh inang memiliki imunitas dan antibodi yang mumpuni untuk menetralisir dan mematikan virus sehingga tidak lagi bisa bereplikasi,” demikian admin grup menyebutkan.
HEAL mengatakan data DKI yang menunjukkan dominasi kasus OTG seharusnya tidak menjadi alasan pemberlakuan PSBB kembali karena virus yang ada pada OTG belum atau tidak bisa menginfeksi orang lain, sampai ia menimbulkan gejala pada kasus presimtomatik.
“Begitupula dengan kasus gejala ringan sedang yang sebenarnya dapat diatasi dengan isolasi mandiri selama 14 hari. Virus akan dikenali IgM tubuh pada hari kelima dan ternetralisir pada hari ke 7,” tegas HEAL.
Oleh karenanya, pertanyaan yang muncul adalah apakah PSBB memang benar-benar diperlukan, dan bagaimanakah kondisi yang sebenarnya dari pasien-pasien yang memenuhi rumah sakit-rumah sakit di Jakarta? Tidakkah seharusnya, bila melihat data surveillance yang ada, pasien kasus ringan-sedang cukup melakukan isolasi mandiri dan tidak dirawat di Rumah Sakit?
“PSBB yang diberlakukan tanpa mempertimbangkan fakta-fakta yang ada akan berimbas negatif pada kehidupan masyarakat. Kesulitan ekonomi yang sudah menghantui selama beberapa bulan terakhir akan memaksa masyarakat bertindak di luar akal sehat yang akan menimbulkan permasalahan-permasalahan baru. Promosi Kesehatan tentang menjaga jarak dan memakai masker saat tidak bisa menjaga jarak, serta selalu menjaga kebersihan diri dan lingkungan, seharusnya menjadi pilihan pencegahan daripada memaksa masyarakat kembali menjadi “tahanan rumah”. (Utari)