Ilustrasi tentara Amerika Serikat. (Ist)

JAKARTA – Dunia tengah menghadapi wabah pandemi akibat virus corona baru ( Covid-19). Namun, dua negara adi daya, China dan Amerika Serikat (AS) berada di pertempuran sengit saling tembak menembak kata terkait asal-usul virus.

Presiden AS Donald Trump menyebut Covid-19 sebagai virus china dan Mike Pompeo menyebut sebagai virus Wuhan. Pernyataan kedua pejabat negara Paman Sam tersebut memicu penyesalan dari banyak pihak karena dianggap akan mengarah ke rasisme.

Sementara itu, China melalui juru bicara kementerian luar negeri mencurigai bahwa virus corona di Wuhan dibawa oleh atlet militer AS yang mengikuti pertandingan pada bulan Oktober 2019. Hal ini dilaporkan https://www.globaltimes.cn/content/1183658.shtml yang diterjemahkan oleh SHNet dan dimuat ulang di Bangkitlah.com di Jakarta, Rabu (25/3).

Hingga kini, China terus mendesak supaya AS merilis informasi kesehatan atlet militer yang datang ke Wuhan di Ocotober 2019. Dilansir dari media pemerintah China, Global Times edisi berbahasa Inggris, netizen dan pakar China mendesak otoritas AS untuk merilis informasi kesehatan dan infeksi dari delegasi militer AS yang datang ke Wuhan untuk Pertandingan Dunia Militer pada Oktober.

Informasi ini untuk mengakhiri dugaan tentang personil militer AS yang membawa COVID-19 ke China. Dalam laporan Global Times disebutkan, seorang jurnalis Amerika mengklaim satu atlet militer AS dalam delegasi itu bisa menjadi pasien nol dari penyakit baru yang mematikan itu.

George Webb, seorang jurnalis investigasi di Washington, DC mengklaim dalam video dan tweet baru-baru ini, ia percaya Maatje Benassi, seorang pengemudi dan atlet sepeda yang berada di Wuhan pada bulan Oktober untuk kompetisi bersepeda di Military World Games, dapat merupakan pasien nol dari COVID -19 di Wuhan

Dalam sebuah laporan oleh situs web resmi Departemen Pertahanan AS pada 25 Oktober, Maatje Benassi telah berpartisipasi dalam lomba balap sepeda 50 mil di Wuhan. Webb juga mengutip laboratorium militer, laboratorium Fort Detrick yang menangani organisme penyebab penyakit tingkat tinggi seperti Ebola, di Fredrick, Maryland, yang ditutup dan dipindahkan pada Juli karena fasilitas dan sistem manajemen yang tidak memenuhi syarat.

Kesimpulannya, meskipun tanpa bukti kuat, memicu pertanyaan di media sosial China karena muncul hanya beberapa hari setelah sebuah petisi diajukan ke situs web Gedung Putih pada 10 Maret yang menyebutkan ada beberapa kebetulan antara waktu penutupan laboratorium Fort Detrick dan wabah COVID-19. Banyak netizen China telah mendesak AS untuk menguji Benassi untuk COVID-19 dan merilis informasi tentang delegasi AS.

Li Haidong, seorang profesor studi AS di Universitas Hubungan Luar Negeri China di Beijing, mengatakan kepada Global Times pada hari Selasa bahwa pemerintah AS perlu menanggapi kontroversi dan mempublikasikan informasi yang relevan mengenai status kesehatan dan catatan infeksi mereka untuk menghapus keraguan publik dan membantu studi ilmiah tentang asal virus.

Politisi AS telah berpendapat bahwa coronavirus baru adalah “Made in China,” sementara para ilmuwan global, termasuk yang ada di AS, belum menemukan bukti kuat untuk membuktikan asal virus tersebut. Mengingat situasi ini, penting untuk melacak setiap poin yang mencurigakan, delegasi AS ke pertandingan Wuhan dalam skenario ini, dan mencari tahu apa yang sebenarnya terjadi, kata Li.

COVID-19 telah menginfeksi lebih dari 330.000 orang di seluruh dunia dan membunuh lebih dari 14.000. Mengidentifikasi asal usul virus akan membantu mengembangkan terapi yang efektif pada penyakit ini. AS harus memberikan informasi kepada anggota delegasi untuk mendukung penelitian terkait, kata Li.

Sebelumnya pada bulan Maret, Zhao Lijian, seorang diplomat China yang blak-blakan, mengangkat kecurigaan pada akun Twitter pribadinya bahwa perwakilan tentara AS yang ikut pertandingan militer dunia membawa virus corona baru ke Wuhan pada Oktober 2019.

Tweet itu dilempar setelah pusat pencegahan dan pengendalian penyakit AS resmi mengakui mendeteksi infeksi virus corona pada beberapa pasien flu yang meninggal. Zhao mendesak AS untuk mengungkapkan informasi lebih lanjut, menerapkan transparansi pada kasus-kasus virus corona dan memberikan penjelasan kepada publik. (Utari)

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here