JAKARTA – Untuk memerangi wabah Corona di Indonesia dibutuhkan dukungan para ahli dan dokter internasional dari Republik Rakyat China (RRC) yang sudah berhasil mengatasi wabah Corona di China. Karena ahli dan dokter Indonesia tidak bisa dibiarkan sendirian mengatasi wabah Corona yang lagi merebak saat ini. Hal ini disampaikan oleh mantan Kepala Pusat Penangangan Krisis, Departemen Kesehatan RI, Dr Rustam Pakaya kepada Bergelora.com di Jakarta, Minggu (22/3)
“Presiden Joko Widodo perlu menghubungi Presiden Xi Jinping, agar memberikan bantuan asistensi ahli dan dokter dari China. Karena kemampuan mereka sudah teruji melewati serangan virus Corona yang dahsyat,” ujarnya.
Rustam mengatakan dirinya yakin Pemerintah China akan membantu secara sukarela karena tanpa dimintapun, dalam setiap bencana alam, RRC mengirimkan bantuan tenaga kesehatan dan peralatan.
“Ini saat yang sangat crucial, kita tidak cukup dengan obat-obatan dan peralatan dari China, tapi kita butuh asistensi, agar kita bisa langsung mengatasi peningkatan jumlah kasus Corona,” tegasnya.
Ia memberikan contoh bagaiman China membantu Italia yang menjadi salah satu negara yang diserang wabah Corona.
“Negara-negara lain yang terjangkit saat ini sedang meminta bantuan dari China. Wajar karena China yang sudah berpengalaman. WHO saja mengakui. Kita jangan sampai terlambat,” ujarnya.
Menurutnya para ahli dari China tersebut bisa membantu para virology di laboratorium, sampai membantu para petugas kesehatan langsung di seluruh rumah-rumah sakit yang disiapkan pemerintah.
“Ini pengalaman pertama kita menghadapi wabah yang cepat menyebar dengan korban yang terus meningkat. Kita baru menyiapkan rencana penanganan. Kita butuh pengalaman China lewat ahli dan dokter dari China,” tegasnya.
Selain asisten mengatasi wabah Corona dokter-dokter dari China menurut Rustam Pakaya diharapkan bisa membantu melakukan capacity building para dokter muda Indonesia yang menjadi penggerak peningkatan kualitas kesehatan masyarakat Indonesia.
“Mereka bisa juga melatih peningkatan skill dan pengetahuan pada dokter-dokter muda kita dalam melayani masyarakat,” ujarnya
Pusat Krisis Departemen Kesehatan dari tahun 2006-2010 yang dipimpinnya pernah menjadi ujung tombak pemerintah dalam penanganan bencana alam termasuk diantaranya, gempa, banjir dan tsunami beberapa kali di Jakarta, Aceh, Yogyakarta, Pangandaran dan bencana penyakit flu burung.
“BNPB baru-baru lahir setelah Bakornas dilikuidasi. Saat itu baru ada kepala BNPB sendirian belum ada deputi jadi Pusat Krisis Depkes yang bantu sepenuhnya dibawah Menteri Kesehatan Siti Fadilah langsung dilapangan,” jelasnya.
Sudah 450 Kasus
Sebelumnya, Juru bicara pemerintah untuk penanganan COVID-19 Achmad Yurianto mengatakan bahwa hasil negatif dari pemeriksaan cepat untuk mengidentifikasi kemungkinan terkena COVID-19 tidak menjamin bahwa seseorang yang bersangkutan tidak sakit.
“Bisa saja pada pemeriksaan ini didapatkan hasil negatif pada orang yang sudah terinfeksi virus ini, tetapi respons serologi dan respons imunitasnya belum muncul,” katanya dalam Konferensi Pers bersama Gugus Tugas Percepatan Penanganan COVID-19 di Kantor Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) di Jakarta, Sabtu (21/3).
Kemungkinan tersebut, kata dia, dapat terjadi pada infeksi yang berlangsung di bawah 7 hari atau 6 hari kemudian dengan pemeriksaan yang sama.
Pemerintah berharap siapapun tetap waspada meski hasil pemeriksaannya negatif dan tidak menunjukkan gejala-gejala sakit yang mengarah pada kemungkinan terkena COVID-19.
Masyarakat diimbau untuk tetap melakukan pembatasan dengan mengatur jarak dalam konteks berkomunikasi secara sosial.
“Perlu dipahami betul bahwa hasil negatif tidak memberikan garansi bahwa tidak sedang terinfeksi COVID-19,” katanya.
Oleh karena itu, imbauan pemerintah agar masyarakat benar-benar menjaga jarak dan mengatur aktivitas di luar rumah serta menghindari kerumunan tetap menjadi solusi utama.
Sementara itu, Yurianto juga menekankan bahwa hasil pemeriksaan positif tidak selalu membutuhkan perawatan di rumah sakit.
Kepada Bangkitlah.com dilaporkan, pada prinsipnya, kata dia, isolasi diri atau karantina perorangan dapat dilakukan oleh masyarakat untuk menghindari kemungkinan penyebaran COVID-19 atau penularan kepada orang lain, sementara perawatan di rumah sakit diperlukan jika ada penyakit penyerta yang membutuhkan layanan rumah sakit.
“Oleh karena itu, sekalipun hasilnya negatif, tidak boleh menganggap bahwa dirinya betul-betul sehat dan terbebas dari corona virus desease 2019. Bisa saja kalau saat ini negatif, kalau tidak hati-hati bisa saja tertular orang lain yang positif,” katanya.
Hingga Sabtu (21/3), ada penambahan 81 orang yang dinyatakan positif terjangkit virus corona jenis baru, sehingga total kasus positif COVID-19 kini menjadi 450 orang. Hal itu diungkapkan Juru Bicara Pemerintah untuk Penanganan COVID-19, Achmad Yurianto. Dari jumlah tersebut, 38 di antaranya meninggal dunia dan 20 orang dinyatakan telah sembuh. (Utari)