JAKARTA – Pemberian izin kepada korporasi untuk melakukan penambangan emas di Pulau Sangihe memperlihatkan sikap pemerintah pusat yang sembrono dan tidak mau tahu terhadap kehidupan rakyat di Pulau Sangihe. Pemerintah wajib membatalkan izin pertambangan karena mengancam kehidupan orang Sangihe.
“Sangat miris, karena pemerintah tidak mau tahu nasib rakyatnya. Siapa yang memberikan izin, sehingga hampir separuh Pulau Sangihe mau dijadikan lokasi tambang mas. Ini sama sekali tidak benar. Saya tidak tahu siapa yang disejahterakan, karena hampir pasti orang Sangihe akan jadi korban,” jelas Direktur Archipelago Solidarity Foundation, Dipl.-Oek Engelina Lawobansana Pattiasina, yang juga keturunan Sangihe kepada wartawan di Jakarta, Selasa (19/10).
Kepada Bangkitlah.com dilaporkan, ibunda dari Engelina bernama Mascarena Andaria merupakan orang Sangihe dan pejuang kemerdekaan di Sumatera Selatan dan dimakamkan di TMP Kalibata Jakarta.
Menurut Engelina Pattiasina, kalau pemerintah konsisten dengan pasal 33 UUD 1945, maka hampir pasti perizinan tambang mas di Pulau Sangihe tidak akan dikeluarkan, karena hal itu tidak memakmurkan rakyat di Sangihe justru akan menjadi korban karena kerusakan lingkungan hidup tempat tinggal.
“Kalau dari cerita orang tuaku, rakyat Sangihe biasa mendulang emas untuk memenuhi kebutuhan. Itu dari turun-temurun, tapi koq sekarang orang asing mau mengambil alih kekayaan di Sangihe dan anehnya difasilitasi pemerintah. Ini ada apa?” tegas mantan anggota DPR/MPR RI ini.
Ketidakpedulian terhadap keselamatan orang Sangihe, kata Engelina, sangat jelas karena tidak mau tahu dan mengabaikan status Pulau Sangihe sebagai pulau kecil. Sangat ironis lagi, kalau pihak yang mengeluarkan izin tidak tahu status Pulau Sangihe.
“Pulau kecil itu punya beragam tantangan yang sulit, mulai dari rentan bencana alam, angina, gelombang, transportasi dan sebagainya. Jadi jangan lagi ditambah dengan pengrusakan lingkungan seperti itu,” tegas Engelina.
Dia mengatakan, Pulau Sangihe berada di perbatasan negara, tapi tidak pernah mendapat perhatian pemerintah pusat yang memadai.
“Kita harus jujur pulau-pulau di perbatasan itu sangat lama terpinggirkan dan mungkin masih terpinggirkan sampai saat ini. Sekarang ketika mereka tahu ada kekayaan alam, mereka mau ambil begitu saja. Saya kira, bukan ini cita-cita kemerdekaan. Ini namanya ada yang merdeka untuk mengeruk kekayaan alam dan membiarkan rakyat menanggung akibatnya,” tuturnya.
Engelina mengharapkan, agar pemerintah daerah, pemerintah pusat dan semua pihak untuk segera membatalkan izin tambang di Sangihe. Bahkan, Engelina yakin, kalau perizinan tambang ini keluar hanya melalui kerjasama antara pemerintah daerah dan pusat. Jadi, jangan saling menuding seolah tidak tahu menahu, tetapi sebenarnya ikut berkonstribusi atas keluarnya izin pertambangan.
“Kalau dari pengalaman yang ada, rakyat pemilik kekayaan alam tidak akan memperoleh hak yang setimpal. Sejarah eksploitasi sumber daya alam sangat panjang, dan rakyat selalu menjadi korban, sehingga seolah-olah benar ada kutukan sumber daya alam atau resource curse. Kita lihat saja semua wilayah penghasil pasti berhadapan dengan konflik, kemiskinan, ketidakadilan dan sebagainya,” tutur Engelina.
Menyinggung mengenai adanya penolakan dari rakyat Sangihe, Engelina mengatakan, siapapun akan menolak kalau lingkungan dan kehidupannya terancam. Sebenarnya, kalau pemerintah menjalankan fungsinya dengan baik dan memiliki keberpihakan kepada rakyat.
“Bupati, gubernur, presiden dan anggota parlemen dipilih rakyat, sekarang mereka dimana ketika rakyat dan pemilihnya menghadapi masalah. Ini sebenarnya tugas mereka, bukan meminta rakyat berjuang sendiri,” katanya.
Semestinya, kata Engelina, Pulau Sangihe sebagai pulau terdepan atau terluar perlu mendapat perhatian lebih sesuai dengan janji politik Presiden Joko Widodo, bukan malah sebaliknya justru berada dalam proses pemiskinan dengan adanya izin tambang emas.
“Pulau ini ada di perbatasan negara, sehingga perlu dijaga agar kondusif karena sangat sensitif,” tutur Engelina.
Dia mengingatkan, salah satu fungsi parpol itu mengartikulasikan kepentingan rakyat, sehingga kalau sekarang partai politik tidak mau tahu persoalan di Sangihe, tentu perlu dipertanyakan efektivitas parpol dalam menjalankan fungsinya.
“Saya hanya berharap, tidak boleh ya kekuasaan digunakan untuk memuluskan kepentingan korporasi yang nyata-nyata mengancam kehidupan rakyat di Sangihe,” tegas Engelina. (Utari)