Pengerukan Bukit Karangmaritim Bandar Lampung. (Ist)

BANDAR LAMPUNG – DPRD Bandar Lampung mengungkapkan aktivitas pengerukan serta alih fungsi lahan perbukitan di Kelurahan Karangmaritim, Kecamatan Panjang, tanpa memiliki kejelasan izin. Padahal, aktivitas pengerukan bukit atau pegunungan sejatinya harus jelas disertai izin dari pemerintah setempat.

“Kami sudah sering mengingatkan kepada pemkot, ternyata kepemilikan bukit itu tidak ada izinnya, seperti yang terjadi di Panjang itu tidak ada izin,” ujar Ketua DPRD Kota Bandar Lampung Wiyadi, Rabu, (21/10)

Kepada Bangkitlah.com dilaporkan, DPRD Bandar Lampung meminta Pemerintah Kota dan  Provinsi untuk bersama menanggulangi persoalan tersebut. Mulai dari pengawasan serta penindakan terhadap investor yang diketahui melanggar.

“Itu kami minta kepada pemkot untuk melakukan pengawasan lebih ketat lagi ketika mereka (investor) telah memulai kegiatan ternyata tidak ada izin untuk segera dihentikan karena kan perizinan pengurusan bukit ada di provinsi,” ujarnya.

“Kami minta pemkot untuk mengatur dalam RT RW-nya, apakah bukit itu masuk kawasan ruang terbuka hijau atau daerah resapan dan lain-lain, karena itu juga pernah terjadi di daerah Sukadanaham ada bukit, investor masuk dibuka untuk perumahan dan itu ternyata tidak ada izin juga,” katanya.

Menanggapi persoalan itu, Sekretaris Kota Bandar Lampung Badri Tamam mengungkapkan, terkait dengan pengerukan bukit di Panjang terjadi kesinggungan dalam regulasi. “Ini soal regulasinya karena yang buat tidak tegas ini karena regulasi saat ini kewenangan pengolahan bukit ada di provinsi, harusnya provinsi juga mengawasi, karena kita tdk bisa berbuat apa-apa. Oleh karena itu, masalah perbukitan harus ada pengawasan juga dari provinsi dan pemkot juga ada, intinya kerja sama,” katanya.

Kemudian, untuk kasus pengerukan di Karangmaritim, Panjang, itu bukan disebabkan adanya pembiaran dari pemkot. Pihaknya mencontohkan kasus terdahulu pihaknya turut andil sehingga kegiatan serupa itu ditangani aparat penegak hukum.

“Tidak ada pembiaran, seperti di Sukadanaham kita tegur dan akhirnya diproses. Jadi kalau pihak ketiga membangun tidak ada persyaratan, pasti ada proses hukum. Kami punya Dinas Permukiman dan lain-lain, itu yang mengawasi dinas,” ujarnya.

“Dalam UU 23 yang telah diubah, kewenangan kota ditarik provinsi, kewenangan provinsi ditarik ke pusat, akhirnyai seperti ini apa lagi menyangkut lingkungan. Sebab, yang tahu kondisi adalah pemerintah daerah,” katanya (Mardiana)

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here