Siti Yasinta, Pekerja Rumah Tangga (PRT) (Ist)

JAKARTA – Sebanyak 4,2 Juta Pekerja Rumah Tangga (PRT) terpukul dampak wabah Corona di Indonesia. Sebagian besar mengalami pemutusan hubungan kerja (PHK). Mereka tidak bisa pulang kampung dan harus bertahan di kontrakan berbagai penjuru kota besar khususnya Jabodetabek.

Siti Yasinta, seorang PRT menceritakan sudah dua bulan mereka patuh pada pemerintah yang meminta agar tetap tinggal dalam rumah dan tidak pulang kampung. Katanya agar tidak ikut menyebarkan wabah Corona di kampung halaman.

Kepada Bangkitlah.com dilaporkan, Dalam kondisi tidak bekerja dan tidak ada pemasukan, tentu semakin hari kehidupan semakin berat. Para pekerja rumah tangga yang dirumahkan berharap mendapatkan Bansos yang bisa memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari

“Di lingkungan kontrakan kami, pak RT minta fotocopy KTP. Katanya untuk menerima Bansos (bantuan sosial) dari pemerintah. Tetapi mirisnya Bansos itu diberikan hanya pada orang-orang tertentu saja. Sedangkan kami sebagai orang yang ngontrak tidak pernah dikasih,” ujar Yasinta yang di rumahkan karena wabah Corona.

Ia menceritakan, setiap kali bantuan sembako datang keluarganya dilewatkan saja, tidak pernah menerima sampai hari ini. Padahal keuangan semakin menipis, kebutuhan semakin berat karena harus membayar tempat tinggal kontrakan.

“Yang dikasih malahan orang yang punya rumah. Hampir tiap hari sumbangan itu datang ke rumah mereka. Kami hanya bisa duduk bersabar menunggu giliran. Tapi nama kami tidak pernah ada dalam daftar sumbangan itu,” jelasnya.

Yasinta tinggal berdua di sebuah rumah petak kontrakan di Jalan Terogong Raya No. 28, RT 0011/RW 07, Kelurahan Gandarian Selatan, Kecamatan Cilandak, Jakarta Selatan. Bayar sewa kontrakan Rp1,5 juta sudah termasuk listrik, air dan sampah. Rumah petak kontrakan itu letaknya saling bersambungan sehingga setiap kali ada orang datang membawa bantuan sosial tentu kami pun bisa melihat langsung.

Bantuan sosialnya berupa sembako berisi beras 5 kg, minyak 2 liter, gula 2 kg, telur 1 papan, susu 2 kaleng, kopi dua bungkus, teh dua kotak, sarden 5 kaleng, indomie satu lusin.

“Pak RT sering lewat di depan kontrakan kami, hanya senyam senyum saja, katanya sabar ya. Tetapi tetangga kami hampir setiap hari di datangin orang dengan membawa tentengan sembako. Gimana tidak sedih hati ini pak, melihat tetengga yang dapat hampir setiap hari,” ujarnya.

Pernah beberapa kali Yasinta ke Rumah Pak RT, maksud hati mau tanya bagaimana kelanjutan dengan data-data yang sudah diserahkan, tetapi Pak RT selalu saja tidak ada di tempat.

Ia berharap pemerintah segera memperbaiki pendataan sampai di tingkatan RT sehingga keluarganya bisa mendapatkan bantuan sosial yang dijanjikan pemerintah. Yasinta juga prihatin dan khawatir, bagaimana nasib masyaakat yang tidak mampu di luar Jakarta.

“Di Jakarta, saja kami tidak dapat, bagaimana di daerah ya? Apakah pak Jokowi tahu kalau rakyat kecil sedang menangis sulit makan saat ini? Semoga pemerintah membuka mata untuk kami orang kecil. Khususnya buat PRT yang menjadi perantau di Ibukota ini,” katanya.

Berdoa dan Menunggu Bantuan

Siti Yasinta sebelumnya menjadi PRT di Sudirman Residence, Jalan Sudirman, Jakarta Pusat. Tugasnya adalah mengasuh anak kembar majikannya.

Awalnya dirinya tidak begitu panik saat menonton berita di TV, wabah Corona  terjadi di Wuhan, China. Padahal saat itu virus Corona sudah menelan ratusan jiwa. Ia tidak menyangka Corona bisa sampai di Indonesia.

“Sekitar pertengahan Januari majikan saya bersama kedua anak kembarnya pergi ke Singapura untuk mengurus dokumen keluarga. Terkejutnya majikan menelpon kalau akan terlambat tiba di Indonesia. Karena salah satu anaknya mengalami batuk sangat parah di sertai sesak nafas sehingga mereka harus diisolasi di salah satu rumah sakit di Singapura,” jelasnya.

Awal Februari majikannya kembali ke Indonesia beserta kedua anak kembarnya. Saat itu itu majikan sudah mulai mewajibkan PRT nya untuk memakai masker dan harus sering cuci tangan atau menggunakan hand sanitizer.

“Saat itu di sini pemerintah belum mengumumkan untuk hal tersebut. Kehidupan masih berjalan seperti biasa. Tidak ada yang menyangka seperti sekarang,” ujarnya.

Ia menceritakan, pada awal bulan Maret majikan menyuruh PRTnya untuk bekerja tidak bersamaan, yaitu bekerja secara bergantian. Situasi mulai berubah menjadi kurang nyaman.

“Memprihatinkan. Karena pada pertengahan Maret, transportasi seperti busway sudah mulai berkurang operasinya, MRT Dibatasi penumpangnya. Suhu badan selalu dicek setiap saat kalau mau menaiki MRT. Jam kedatangan MRT pun di perlambat, sehingga kami pun  sering terlambat datang ke tempat kerjaan,” tuturnya.

Akhirnya, pada 19 Maret majikan merumahkan semua PRT sampai hari ini. Keadaan semakin memburuk.

“Kalian jangan datang kerja dulu sampai ada pemberitahuan selanjutnya,” jelas Yasinta meniru majikannya.

Semua orang termasuk para PRT berharap agar wabah ini segera berlalu agar bisa kembali dalam kehidupan normal.

“Saya hanya bisa berdoa, semoga pemerintah bisa segera mengakhiri penyebaran dan penularan Corona ini. Sambil menunggu bantuan sosial yang dijanjikan pak Jokowi,” ujarnya. (Utari)

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here