JAKARTA – Akhirnya, mantan Wakil Presiden ke-6 RI, Try Sutrisno menunjukkan jalan keluar atas pro dan kontra Rancangan Undang-Undang Haluan Ideologi Pancasila (RUU HIP). Ia menegaskan yang dibutuhkan saat ini dan masa depan adalah Undang-Undang Pembinaan Ideologi Pancasila (UU PIP) agar Pancasila dapat dilaksanakan secara sungguh-sungguh menjadi rujukan hukum, bukan hanya sekedar sumber hukum dalam sistim hukum Indonesia. Hal ini ditegaskan oleh Try Sutrisno ketika bersama beberapa purnawiran TNI bersilahturahmi dengan pimpinan Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) di gedung MPR/DPR-RI di Jakarta, Kamis (2/7)
“Kehadiran kami selain silaturahmi juga untuk menyampaikan apresiasi dan aspirasi yang akhir-akhir ini jadi pembicaraan publik. Dinamika tentang RUU HIP (Haluan Ideologi Pancasila) mencerminkan bahwa elemen masyarakat peduli dan merasa memiliki atas falsafah dan ideology Pancasila. Pro-kontra perlu kita pahami secara komprehensif dan bijaksana agar kohesif tidak terganggu,” ujarnya.
Try Sutrisno menjelaskan, setelah mempelajari draft RUU HIP atau RUU Pembinaan Ideologi Pancasila (PIP) serta memperhatikan dinamika dalam masyarakat, dirinya menyadari draft RUU HIP perlu direvisi beberapa pasal.
“PIP (Pembinaan Ideologi Pancasila) adalah menanamkan dan menjaga ideologi Pancasila. Judulnya jadi RUU PIP yaitu kegiatan yang dimaksudkan untuk melaksanakan mengamalkan dan menjaga nilai nilai Pancasila,” tegasnya.
Pancasila itu norma yang mengatur norma yang lain. Untuk itu pasal-pasal yang menyangkut asas tidak selayaknya masuk dalam RUU. Pendiri telah posisikan Pancasila sebagai jiwa UUD 45. Untuk itu kami setuju agar RUU HIP dilakukan perubahan, revisi menjadi RUU PIP yaitu Rancangan Undang-Undang Pembinaan Ideologi Pancasila.
“Sehingga yang diatur bukan tentang haluan. Tetapi memastikan implementasi dan pembinaan ideologi Pancasila,” tegasnya.
Try Sutrisno memaparkan, mengapa Pembinaan Ideologi Pancasila penting? Karena pertama, sejak era reformasi wacana pembinaan ideologi Pancasila tak hanya ditinggal tapi ditanggalkan. Misalnya BP7 dibubarkan, tapi gak ada penggantinya. Pelajaran pancasila mulai dari Taman Kanak-Kanak sampai universitas tak lagi wajib.
“Kedua, konsekuensi poin pertama, akibatnya ideologi transnasional menjadi bebas masuk ke republik ini. Liberalisme masuk dengan bebas sehingga tatanan ekonomi dikuasai pemilik modal. Demikian juga paham kekhalifahan, intoleransi dan terorisme yang dimotori HTI (Hizbut Tahrir Indonesia). Potensi paham komunis atau neo-komunisme juga harus dicermati dan diwaspadai terus menerus,” jelasnya.
Ketiga menurutnya, potensi ancaman nomor 2 makin mengkhawatirkan dengan makin canggihnya teknologi dgn dominasi negara maju atas negara berkembang. Jajahan tak melulu soal fisik tapi proxywar.
“Kami berharap pimpinan kaji ulang berbagai regulasi perundang-undangan yang ada selama ini, terutama mengkaji ulang perubahan dan amandemen pada UUD’45,” tegasnya.
Keempat, Try Sutrisno menjelaskan, menghadapi tantangan terhadap eksistensi ideologi Pancasila sebagai ideologi negara, maka diperlukan lembaga khusus yang memiliki kewenangan dan tanggung jawab melakukan pembinaan ideologi.
“Kita bersyukur dengan pak Presiden Jokowi yang membentuk UKP PIP, yang kemudian menjadi BPIP (Badan Pembinaan Ideologi Pancasila-red). Kami berharap lembaga yang bertanggung jawab mengawal dan melakukan pembinaan tak tergantung pada suatu rezim karena keberadaannya pada peraturan presiden,” ujarnya.
Memastikan BPIP
Kepada Bangkitlah.com dilaporkan, untuk itu menurut Try Sutrisno, Undang-Undang Pembinaan Ideologi Pancasila perlu mengatur dan memastikan lembaga Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP).
“(Jangan sampai-red) nanti presiden ganti, (Peraturan Presiden-red) bisa dibuang. Jadi perlu peraturan yang lebih kuat atas keberadaan lembaga (BPIP-red) tersebut dalam Undang-Undang. Kami berharap MPR mendukung pengajuan RUU PIP. Sekali lagi kami berharap ketulusan MPR untuk melancarkan penyusunan RUU PIP ini menjadi Undang-Undang,” tegasnya.
Sebelumnya, Ketua MPR, Bambang Soesatyo menegaskan agar pro kontra RUU HIP bisa diakhiri dengan melakukan koreksi menjadi RUU PIP.
“Mudah-mudahan ini segera kita koreksi agar pro-kontra tidak menjadi perpecahan. Saya yakin para senior punya solusi yang elegan dengan mengedepankan kepentingan bangsa. Kita tahu para senior sudah purna tugas tapi masih memikirkan kepentingan bangsa. Saya salut dan bangga dengan bapak-bapak semua,” ujarnya. (Utari)