DEPOK – Ditemani oleh Direktur Jenderal Otonomi Daerah, Akmal Malik, Pelaksana Tugas Direktur Jenderal Politik dan Pemerintahan Umum Bahtiar, Pelaksana Tugas Direktur Jenderal Bina Administrasi Kewilayahan, Syafrizal dan Staf Khusus Mendagri Bidang Politik dan Media, Kastorius Sinaga, Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tito Karnavian melakukan kunjungan kerja ke Kota Depok, Jawa Barat. Kunjungan kerja Mendagri untuk memonitor pelaksanaan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) di kota tersebut.
Dalam pertemuannya dengan Walikota Depok, Mohammad Idris, jajaran Forkopimda Kota Depok, Pimpinan OPD dan Camat Se-Kota Depok Mendagri kembali menekankan bahwa penanggulangan Covid-19 itu ibarat sebuah perang. Tapi dalam perang melawan Covid-19, lawannya tidak kelihatan. Lawan menyerang siapa saja. Tidak kenal usia, laki-laki dan perempuan. Anak anak maupun orang dewasa. Maka karena yang berlaku paradigma perang, cara untuk melawannya adalah bagaimana mengenali musuh. Termasuk sangat penting juga mengenali kemampuan diri sendiri.
“Maka kita harus mengenali virus ini dengan seluruh karakteristiknya. Kelebihannya apa, kelemahannya apa, kenali juga kelamahan dan kekuatan kita. Kita melihat bahwa kekuatan virus ini 2, yaitu kecepatan penularan, kedua adalah membahayakan karena dia akan menyerang sistem pernafasan kita paru-paru bahkan beberapa lainnya, penyebarannya kenapa begitu cepat? Ini kadang-kadang mohon maaf belum tersosialisaikan sampai kebawah, bayangkan dalam waktu empat bulan hampir semua negara di dunia kena,” kata Mendagri di Kota Depok, Jawa Barat, Senin (4/5/2020).
Mendagri menambahkan, belum ada penyakit yang bisa secepat ini penyebarannya, seperti Covid-19. Bahkan negara sebesar Amerika dan sehebat Eropa yang kemampuan sains-nya jauh dari Indonesia, serta berjarak ribuan kilometer dari Wuhan, dari tempat pertama munculnya virus, bisa kena. Apalagi dari Jakarta ke Depok yang tidak ada batasnya.
“Kecepatan penyebarannya bukan main, itulah yang harus disosialisasikan betul sampai ke masyarakat paling bawah, kita tahu transmisi yang paling rawan itu adalah percikan batuk atau bersin, droplet,” katanya.
Kepada Bangkitlah.com dilaporkan, Tito juga menjelaskan soal orang tanpa gejala. Kata dia, ini yang berbahaya. Karena banyak orang terjangkit setelah dia kontak dengan orang yang positf tapi dia tak tahu positif atau yang disebut dengan OTG (orang tanpa gejala). Orang tanpa gejala ini tak merasa kena virus arena antibodinya kuat. Jadi dia tidak ada gejala, tapi dalam tubuhnya mengandung virus.
“Ini yang kalau dia pegang mulutnya, batuknya, bersinnya, air ludahnya bersalaman dengan orang lain atau memegang barang yang ada disekitar kita, dia pegang, kemudian ada orang datang pegang alat itu kena,” kata Tito.
Kecepatan transmisi lewat OTG inilah kata Mendagri yang membuat kecepatan penyebaran dari Covid-19 sangat membahayakan. Karena menyerang yang ada dalam paru-paru. Menyerang bagian tubuh lainnya. Sebab ini membahayakan, maka ada dua kelompk yang fatal. Khususnya kelompok lansia dan orang tua di atas 60 tahun yang jarang berolahraga. Jarang makan makanan bergizi. Apalagi kalau punya penyait bawaan seperti jantung, paru-paru, diabetes, atau kancer. Ini yang akan fatal. Karena virus memperlemah kekebalan tubuh.
“Tapi kelemahannya juga ada, dia akan mati dengan adanya ultraviolet, kemarin Amerika menjelaskan mati dengan ultraviolet. Dua bulan yang lalu saya baca buku tim Wuhan, dia (virus) mati karena ultraviolet. Ultraviolet terbaik ialah sinar matahari, kmudian didalamnya ada protein, lemak tipis. Matikan proteinnya dengan ultraviolet,” katanya.
Kemudian langkah berikutnya, lanjut Tito adalah bagaimana menghajar selaput lemak virus. Virus Covid-19 tidak kuat dengan alkohol 70 persen. Tidak kuat dengan pelarut lemak yaitu sabun dan sejenisnya. Sabun, detergen, atau shampo, bisa menghajar virus.
“Pakai sabun lemaknya hilang, kita menghancurkan lemaknya dengan itu. Kemudian disenfektan yamg mengandung klorin seperti pemutih, yang di kolam renang supaya tidak lumutan, karbon. Tapi juga ada membuat dia tidak bisa menular, yaitu dengan jaga jarak dari percikan bersin, maka kita wajib pakai masker. Dulu dikatakan yang sakit saja yang pakai masker agar tidak menularkan pada lain, tapi beberapa penelitian menunjukkan bahwa masker juga untuk mmperoteksi bagi yang belum terkena. Jadi kalau dua-duanya menggunakan masker lebih baik, makanya kalau di rumah sakit menggunakan googles, ” kata Mendagri dengan panjang lebar.
Tito pun meminta, upaya pembatasan penyebaran harus betul-betul dikampanyekan. Selain itu, ia juga menekan pentingnya bergotong-royong membantu masyarakat. Misalnya membantu menyediakan masker.
“Negara-negara yang sukses menahan seperti Korsel, China, Selandia Baru, Hongkong dan Taiwan, semua mewajibkan pakai masker. Masker apa saja yang dipakai? Yang terbaik N95 yang bisa menahan 95 persen partikel-partikel yang masuk, tapi karena jumlahnya terbatas ini untuk pahlawan kita tenaga medis yang bersenthan langsung dengan yang positif, mereka paling riskan, lebih baik untuk mereka. Kemudian surgical mask. Bagaimana dengan masker kain? Jauh lebih baik daripada tidak pakai masker. Pakai masker, ini betul-betul denga segala hormat sampaikan betul kepada masyarakat, ” ujarnya.
Tito mengakui banyak yang belum paham akan pentingnya pakai masker saat pandemik. Ini tugas dari pemerintah yang tidak hanya mesti mensosialisasikan itu, tapi juga membantu menyediakan masker untuk masyarakat.
“Mudah-mudahan ini cepat selesai tapi kita tidak menjamin kapan ini akan selesai. Selesai itu yang pasti kalau sudah ditemukan vaksinnya. Dan vaksinnya belum ada sampai sekarang,” kata Tito. (Supiyah)