JAKARTA – Berbagai persoalan yang timbul saat ini di Republik Indonesia bersumber dari penyelewengan Pancasila. Dampaknya langsung dirasakan oleh rakyat di berbagai daerah, di kota maupun desa. Menciptakan Undang-Undang Pelaksanaan Pancasila membutuhkan keberanian revolusioner karena akan secara cepat membangun sebuah tatanan masyarakat yang baru yang memiliki tujuan dan cara yang jelas dalam bernegara dan berbangsa menuju cita-cita dalam Preambule UUD’45. Hal ini disimpulkan dalam webinar Focus Group Discussion yang bertemakan ‘Memastikan RUU Pelaksanaan Ideologi Pancasila’ yang diselenggarakan Bergelora.com dan Rich & Famous Institute di Jakarta, Rabu (8/7).
Kepada Bangkitlah.com dilaporkan, Pengamat politik dari UNILA Lampung, Maruly Hendra Utama S.Sos, M.Si. menjelaskan, Pancasila sebagai ideologi diterima semua pihak. Namun, dalam praktek bernegara seringkali ditemukan berbagai kenyataan yang justru tidak menunjukkan nilai Pancasila. Hal-hal seperti ini, katanya, yang seharusnya menjadi perhatian semua. Dia mengatakan, Pancasila tidak boleh hanya sekadar diucapkan dan ditulis, tapi harus benar-benar dilaksanakan.
“Tapi tidak ada lembaga yang berani memastikan pelaksanaan Pancasila secara konsisten. Kemana harus diadukan kalau ada praktek yang dianggap tidak sesuai Pancasila. Saya kira, harus ada lembaga yang dijadikan tempat untuk mengadu, untuk mengawasi dan memastikan setiap praktek bernegara sejalan dengan Pancasila,” tegas Dosen Fisipol Universitas Lampung (UNILA) di Lampung ini.
Kalau tidak ada lembaga yang kuat, katanya, ketika ditemui praktek atau kebijakan yang tidak sesuai Pancasila, maka tidak ada yang bisa persoalkan. Untuk itu, kata Maruly, sangat dibutuhkan lembaga yang dapat memastikan operasionalisasi Pancasila, sehingga warga negara bisa mengadukan kalau ada persoalan yang bertentangan dengan Pancasila.
“Kita butuh lembaga yang kuat untuk operasional Pancasila. Kalau tidak ada, ya tidak bisa kita memastikan itu,” tegasnya.
Selain Maruly Hendra Utama, Webinar Focus Group Discussion menghadirkan narasumber dari berbagai kalangan dari beberapa kota seperti Wakil Ketua Umum Partai Gerindra, FX Arief Poyuono, Salamuddin Daeng dari Peneliti dari Universitas Bung Karno (UBK) di Jakarta, dan Mazmur Simamora dari Front Aksi Mahasiswa Semanggi (FAMSI) di Jakarta.
Puluhan peserta yang terlibat diantaranya Isroil Samiharjo, Mantan Direktur Nubika, Badan Intelejen Negara (BIN) di Jakarta, Calvin G. Eben Haezer dari Universitas Atma Jaya dan Fendry Panomban, Aktivis 98, Sekjen Komite Perjuangan Rakyat untuk Perubahan (KPRP) di Luwuk Sulawesi Tengah. Acara dipandu moderator Roy Pangharapan dari Dewan Kesehatan Rakyat (DKR)
Dalam kesempatan itu, Isroil Samiharjo, Mantan Direktur Nubika, Badan Intelejen Negara (BIN) di Jakarta menegaskan agar yang dibentuk adalah Undang-Undang Pelaksanaan Pancasila.
“Undang-undang ini yang akan memastikan semua aspek kehidupan, kebijakan, peraturan sampai Undang-Undang yang ada selaras dan senafas dengan Pancasila. Agar ke depan ada kepastian dalam negara Pancasila. Bukan sekedar sumber hukum tapi rujukan hukum,” tegasnya.
Salamuddin Daeng, peneliti Universitas Bung Karno (UBK) dalam kesempatan itu menegaskan yang terpenting adalah rakyat harus segera bisa merasakan manfaat dari undang-undang yang memastikan pelakanaannya.
“Undang-undang semacam ini yang sudah lama ditunggu oleh masyarakat. Kita semua sadar harus fokus kesitu,” tegasnya.
Sementara itu, Mazmur Simamora mengatakan dinamika pro-kontra terhadap RUU HIP telah memberikan kemajuan yang sangat strategis dalam membangun demokrasi dan sistim perundang-undangan di Indonesia.
“Akhirnya semua kita sadar, bahwa kita semua membutuhkan Pancasila bukan hanya sekedar sebagai haluan tetapi sebagai rujukan sistim hukum dan perundang-undangan yang berlaku di Indonesia. Kita membutuhkan pelaksanaan Pancasila, bukan sekedar slogan atau jargon kosong seperti selama ini,” ujarnya.
Fendry Panomban, meyakini bahwa dengan adanya Undang-Undang Pembinaan Ideologi Pancasila, maka semakin jelas arah dan tujuan bangsa dan negara ini melangkah.
“Semakin pasti juga perlindungan terhadap kepentingan masyarakat umum ditengah-tengah pembangunan dimasa depan. Karena semua merujuk pada Pancasila sebagai rujukan hukum tertinggi,” tegasnya. (Utari)