JAKARTA – Wakil Sekretaris Jenderal Federasi Serikat Guru Indonesia (FSGI) Satriwan Salim mendorong agar Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK)) mengawasi Program Organisasi Penggerak (POP) mengingat anggarannya yang mencapai setengah triliun.
“Kami mendorong agar Irjen Kemendikbud untuk melakukan pengawasan internal di lingkungan Kemendikbud kepada Direktorat Jenderal GTK dan jajarannya yang terkait, untuk memastikan efektivitas dan kualitas berbagai pelatihan yang mengeluarkan dana besar tersebut,” ujar Satriwan dalam keterangannya di Jakarta, Senin (27/7).
FSGI juga meminta agar BPK memeriksa dan mengawasi penggunaan anggaran POP di lingkungan Kemendikbud. Selain itu, KPK juga harus terlibat untuk melaksanakan fungsi pencegahan dalam penggunaan anggaran ratusan miliar yang digelontorkan Kemendikbud kepada berbagai organisasi di luar Kemendikbud.
“KPK harus pelototi mulai dari perencanaan, pelaksanaan, dan pelaporan keuangan POP,” imbuh dia.
Hal itu mutlak dilakukan mengingat jumlah uang yang dikelola sangat banyak. FSGI tidak ingin para pengurus organisasi guru berhubungan dengan KPK karena tersandung kasus penyalahgunaan dana POP.
FSGI menemukan beberapa organisasi masyarakat atau yayasan yang mendapat anggaran POP kategori gajah, tetapi hanya melatih guru di tiga kota bahkan ada yang hanya di satu kota. Berbanding terbalik dengan Muhammadiyah dan LP Maarif NU yang juga masing-masing dapat satu gajah. Tetapi sasarannya guru dan sekolah sampai di 25 Provinsi.
“Hal itu menunjukkan fakta seleksi POP tidak adil, tidak proporsional, dan berpeluang menghamburkan uang negara,” kata Satriwan.FSGI menganalisis ada potensi ketidakefektifan pelaksanaan POP bagi guru-guru selama pandemi. Sebab, adanya keterbatasan sarana dan ketergantungan kepada media internet atau dalam jaringan. Sedangkan masih banyak daerah yang belum masuk jaringan internet, faktor guru tak memiliki gawai apalagi laptop, dan hambatan-hambatan lainnya.
Targetkan 70.000 Guru dan 12.000 Sekolah
Kepada Bangkitlah.com dilaporkan, sebelumnya Direktur Jenderal Guru dan Tenaga Kependidikan (GTK) Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) Iwan Syahril mengatakan Program Organisasi Penggerak (POP) dapat menjangkau 70.000 guru dan kepala sekolah serta 12.000 sekolah.
“Targetnya pada pelatihan, bukan organisasinya. Targetnya berapa banyak guru atau sekolah dijangkau. Angkanya lebih dari 70.000 guru dan kepala sekolah, serta lebih dari 12.000 sekolah,” ujar Iwan dalam taklimat media di Jakarta, Senin (20/7).
Dia menjelaskan target awalnya hanya 50.000 guru dan kepala sekolah. Iwan berharap semakin banyak guru dan kepala sekolah yang terjangkau dengan program tersebut.
POP diluncurkan pada pertengahan Maret 2020. Kemendikbud kemudian menggandeng pihak ketiga yakni SMERU untuk melakukan analisis. Hasilnya, 183 proposal yang masuk dari 156 organisasi masyarakat lolos seleksi Organisasi Penggerak.
Iwan mengatakan selama enam bulan ke depan ormas yang lolos dalam program itu melakukan penyesuaian terlebih dulu agar program tersebut dapat diterapkan pada Januari 2021. Program Organisasi Penggerak ini sebagai bagian Merdeka Belajar yang fokus mencapai hasil belajar siswa dalam peningkatan numerasi, literasi dan karakter.
Kemendikbud menganggarkan dana sebesar Rp595 miliar untuk program tersebut. Setiap Organisasi Penggerak akan mendapatkan bantuan.
Besar bantuan dibagi menjadi tiga kategori berdasarkan banyak sasaran satuan pendidikan, yakni kategori satu (Gajah) dengan sasaran lebih dari 100 satuan pendidikan, akan memperoleh bantuan maksimal Rp20 miliar per tahun, kategori dua (Macan) dengan sasaran 21-100 satuan pendidikan, dapat bantuan maksimal Rp5 miliar per tahun dan kategori tiga (Kijang) dengan sasaran 5-20 satuan pendidikan, dapat bantuan maksimal Rp1 miliar per tahun.
Program Organisasi Penggerak diharapkan dapat membantu menginisiasi Sekolah Penggerak yang idealnya memiliki empat komponen.
Pertama, kepala sekolah memahami proses pembelajaran siswa dan mampu mengembangkan kemampuan guru dalam mengajar. Kedua, guru berpihak kepada anak dan mengajar sesuai tahap perkembangan siswa. Ketiga, siswa menjadi senang belajar, berakhlak mulia, kritis, kreatif, dan kolaboratif (gotong royong). Keempat, terwujudnya Komunitas Penggerak yang terdiri dari orang tua, tokoh, serta organisasi kemasyarakatan yang diharapkan dapat menyokong sekolah meningkatkan kualitas belajar siswa.
Direktur Pendidikan Profesi dan Pembinaan Guru dan Tenaga Kependidikan Kemendikbud, Santi Ambarrukmi mengatakan pihaknya melakukan penyesuaian kegiatan Program Guru Penggerak pada masa pandemi.
“Dengan dikeluarkannya kebijakan protokol kesehatan dan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB), beberapa penyesuaian sudah dipersiapkan. Hal ini semata-mata untuk memastikan bahwa organisasi kemasyarakatan yang nantinya akan menjalankan program benar-benar dapat kita pertanggungjawabkan,” kata Santi.
Penyesuaian kegiatan Program Organisasi Penggerak pada masa pandemi fokus pada persiapan pelaksanaan kegiatan bersama organisasi kemasyarakatan yang terpilih.
“Ini kita lakukan untuk memastikan setiap proposal dapat diimplementasikan secara maksimal mulai Januari 2021,” kata Santi. (Adriana)