Kepala BPIP Yudian Wahyudi. (Ist)

JAKARTA – Kepala Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP) Yudian Wahyudi menjelaskan beribadah puasa memiliki manfaat dalam banyak aspek yang secara lebih jauh bisa dimaknai sebagai bagian dari membangun peradaban.

“Hikmah puasa ini banyak sekali, dari media banyak, kesehatan, dan seterusnya. Puasa itu menahan diri, ‘al imsaku’ artinya menahan diri, intinya ‘self control’,” katanya di Jakarta, Jumat (24/4).

Hal tersebut disampaikan pada kegiatan Jumat Bersama BPIP bertema “Puasa = Membangun Peradaban” yang dilakukan secara virtual dengan moderator Direktur Pengkajian Materi BPIP Muhammad Sabri.

Yudian mengatakan berpuasa bisa bermakna membangun peradaban jika kemampuan menahan diri mampu diterapkan dalam kehidupan sehari-hari.

“Self control”, kata dia, kemampuan manusia mengendalikan diri seolah-olah selalu diawasi oleh Allah SWT, sebagaimana orang yang sedang menjalankan ibadah puasa.

“Mampu menahan diri untuk tidak melanggar aturan, misalnya pejabat mampu menahan diri untuk tidak korupsi. Jika dikalikan, misalnya 1.000 atau 100 ribu pejabat mampu tidak korupsi,” katanya.

Bahkan, kata mantan Rektor Universitas Islam Negeri (UIN) Sunan Kalijaga Yogyakarta itu, hikmah puasa dalam membangun peradaban tersebut bisa dikaitkan dengan tradisi mudik masyarakat setiap Lebaran.

Kepada Bangkitlah.com dilaporkan, ia mengatakan tradisi mudik Lebaran mampu menggerakkan berbagai sektor, khususnya ekonomi dengan pergerakan masyarakat dari kota ke desa.

Namun, kata dia, kondisi sekarang ini berbeda karena Indonesia tengah menghadapi pandemi COVID-19 yang akhirnya membuat pemerintah membuat kebijakan yang melarang masyarakat mudik.

Apalagi, ia mengatakan bahwa pandemi COVID-19 sedemikian serius, sebab belum pernah ada dalam sejarah, virusnya tidak terlihat, dan sudah memakan banyak korban sehingga harus diputus mata rantai penyebarannya.

“Kalau dalam konteks hukum Islam, mana yg harus didahulukan? Menyelamatkan jiwa, yakni tidak mudik untuk memutus COVID-19, daripada harta, maksudnya ekonomi tadi dan pengampunan sosial. Ini bukan dalam situasi normal, apalagi ideal,” katanya.

Oleh karena itu, Yudian mengatakan masyarakat, khususnya umat Islam, semestinya bisa menerapkan makna puasa, yakni menahan diri dengan tidak mudik.

Dengan menahan diri untuk tidak mudik sekarang ini, katanya, sebenarnya masyarakat juga membangun peradaban, namun secara terbalik dengan tradisi mudik sebelumnya.

“Kalau dulu dengan berbondong-bondong ke kampung halaman sehingga tercipta peningkatan ekonomi, ‘income’ negara, dan sebagainya, sekarang dengan cara pasif kita bisa membangun perabadan. Maksudnya, dengan tidak menghancurkannya, yakni dengan tidak mudik,” kata Yudian.

Ajang Aktualisasi Pancasila

Sebelumnya, Staf Khusus Dewan Pengarah Badan Pembinaan Ideologi Pancasila(BPIP) Antonius Benny  Susetyo mengucapkan selamat berpuasa bagi seluruh umat muslim yang menjalankannya. Dirinya juga mengajak untuk saling menghargai antar sesama umat beragama dan mempuk persaudaraan.

“Sudah sejak lama para pemimpin Katolik untuk membina dan memupuk persaudaraan dengan kaum Muslim dan agama-agama lain di Indonesia bahkan di dunia.

Dalam hal ini romo Benny menjelaskan bahwa dalam dokumen Konsili Vatikan II bernama Nostra Aetate yang dengan jelas memuat ajakan untuk menghargai hal-hal sakral dalam setiap umat beragama termasuk Islam.

Hal ini senada dengan apa yang disuarakan oleh Uskup Agung dan Presiden Dewan Kepausan untuk dialog antaragama, Miguel Angel Ayuso Guixot, M.C.C.J mengucapkan dan ikut menyambut datangnya bulan suci ramadhan bagi seluruh umat muslim. Menurutnya bulan ramadhan sangatlah berarti untuk pemulihan rohani dan membantu sesama.

“Bulan Ramadhan sangat sentral dalam agamamu dan oleh karena itu berharga bagimu pada tataran pribadi, keluarga maupun sosial. Bulan Ramadhan adalah waktu untuk pemulihan dan pertumbuhan rohani, berbagi dengan kaum miskin, memperkuat ikatan dengan kerabat dan sahabat,”ujarnya

Pesan  ini mengajak umat Kristiani untuk mewujudkan persudaran sejati sangan relevan bagaimana kerja sama umat Kristiani dan umat muslim dalam merespon  wabah korona.

Menurut Romo Benny kerjasama lintas iman ini sudah berjalan di lebih dari 37 keuskupan di Indonesia sebagai wujud dialog sejati.

“Kerja sama dalam dialog karya dan kehidupan sangat dibutuhkan dalam saat ini di tingkat akar rumput,” tegas Romo Benny.

Selain itu Romo Benny berharap momentum puasa pada Bulan Suci Ramadan semakin memompa semangat bangsa untuk melawan virus korona dan mengaktualisasikan nilai-nilai Pancasila yaitu salah satunya gotong royong.

 “Lewat berbagi kepada saudara kita yang kena dampak covid, seperti para pekerja harian, pedagang kecil, tukang cukur, kita sama-sama menunjukkan kepeduliaan akan kemanusiaan dan rasa cinta pada bangsa ini.” (Adriana)

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here