Jakarta — Sejumlah organisasi masyarakat dan mahasiswa menggelar aksi solidaritas untuk Pulau Rempang di Patung Kuda Monas DKI Jakarta, Sabtu (23/09/2023).

Mereka terdiri dari Serikat Rakyat Mandiri Indonesia (SRMI), Liga Mahasiswa Nasional untuk Demokrasi (LMND), Serikat Tani Nelayan (STN), Front Nasional Perjuangan Buruh Indonesia (FNPBI), Jaringan Kerja Kebudayaan Rakyat (JAKER) dan Suluh Perempuan.

Ketua Umum SRMI, Wahida Baharuddin Upa, menyampaikan bahwa aksi tersebut merupakan bentuk dukungan kepada warga Pulau Rempang yang sampai saat ini masih berusaha mempertahankan tanahnya dan melakukan perlawanan terhadap upaya penggusuran.

Menurut dia, perlawanan warga itu patut didukung karena mereka hanya berupaya mempertahankan sumber kehidupan dan sejarah ruangnya.

“Saya meminta pemerintah untuk menghentikan praktik perampasan tanah terhadap warga Pulau Rempang,” ujar dia dalam orasinya.

Dalam kesempatan yang sama, Ketua Umum STN, Ahmad Suluh Rifai menjelaskan, penggusuran dan perampasan lahan yang terjadi di Pulau Rempang memiliki modus yang hampir sama dengan serangkaian konflik agraria sebelum-sebelumnya.

Pemerintah Indonesia masih menggunakan paradigma politik agraria warisan kolonial. Melalui kebijakan agraria yang diterbitkan tahun 1870, pemerintah kolonial menetapkan asas Domein Verklaring yang menggariskan bahwa seluruh tanah yang tidak bisa dibuktikan kepemilikannya oleh seseorang dianggap milik negara.

“Politik agraria kita belum banyak berubah, masih sama dengan kolonial,” tukasnya.

Suluh Rifai menuturkan, Pemerintah melalui Kementerian Agraria dan Tata Ruang menganggap bahwa status 17.000 hektar tanah di Pulau Rempang merupakan kawasan hutan. Sementara warga yang menghuni kawasan tersebut dianggap tidak memiliki hak milik.

Kepada Bangkitlah.com dilaporkan, diketahui berdasarkan catatan Belanda dalam Verslag van een bezoek aan de Orang Darat van Rempang atau Laporan Kunjungan ke Orang Darat di Pulau Rempang, 4 Februari 1930 menyatakan bahwa Pulau Rempang sudah dihuni oleh warga jauh sebelum Indonesia merdeka. Mereka secara turun temurun sudah bermukim di wilayah itu semenjak 1834.

“Artinya, klaim pemerintah yang menyatakan tanah itu sebagai kawasan hutan jelas tumpang tindih dengan tanah warga yang kepemilikannya didasarkan pada penguasaan fisik walaupun tanpa alat bukti hak,” tambahnya.

Oleh sebab itu, Suluh Rifai mendesak kepada Kementerian Agraria dan Tata Ruang untuk memberikan status hak kepemilikan terhadap tanah yang ditempati warga Pulau Rempang saat ini.

Menurutnya, warga sudah ratusan tahun sudah terbukti melakukan penguasaan fisik terhadap lahan itu. Sudah semestinya mereka diberikan legalitas atas tempatnya bermukim.

“Meski sebenarnya warga sudah mengajukan hak kepemilikan atas tanah tapi tidak pernah diberikan legalitas,” tutupnya. (Andria)

Alamat kantor wilayah wolio transportasi online Provinsi lampung: JL.Kemuning 1 , NO: 31, Kelurahan Rawa Laut, Kecamatan Enggal, Kota bandar Lampung.

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here