BANDAR LAMPUNG – Menteri Agama Yaqut Cholil Qoumas menerbitkan edaran yang mengatur penggunaan pengeras suara di masjid dan musala. Aturan ini tertuang dalam Surat Edaran Menteri Agama No SE 05 tahun 2022 tentang Pedoman Penggunaan Pengeras Suara di Masjid dan Musala.
Praktiknya pun menimbulkan pro kontra, dan mempertanyakan apa tujuan diterbitkan surat edaran tersebut.
Menanggapi hal tersebut, Staf Khusus Kementrian Agama, M Nuruzzaman mengatakan, surat edaran tersebut merupakan hasil Forum Group Discussion (FGD) dari 2020 dan 2021
“Kami melakukan Forum Group Discussion karena ada banyak usulan dari ormas-ormas Islam untuk
membuat aturan,” katanya dalam siaran langsung Instagram, Jumat (25/2).
Menurutnya, hasil surat edaran tersebut bukan hanya sepihak dari Kementerian Agama, melainkan adanya pembahasan dari ormas-ormas Islam dan Dewan Masjid Indonesia.
“Jadi prosesnya lama dan ada dinamikanya, ditandatangani menteri dan disampaikan ke publik. Lalu menuai hal yang pro kontra, menurut saya itu wajar ya,” katanya.
Ia menegaskan bahwa aturan ini bukan untuk melarang, melainkan untuk memastikan penggunaan pengeras suara agar tidak menimbulkan potensi gangguan di antara masyarakat.
“Sebenarnya untuk mengatur volume suara dan waktu, yang dikeluarkan masjid ataupun musala,” jelasnya.
Karena menurutnya ini adalah permintaan masyarakat dan ormas Islam perihal penggunaan suara luar di masjid secara volume dan waktu.
“Bukan suara dalam ya, akhirnya di-framing pelarangan azan. Nah itu kan salah ya azan tuh diperbolehkan, dipersilakan tetapi diatur volumenya seperti tidak boleh di atas 100 dbl,” terangnya.
Kepada Bangkitlah.com dilaporkan, ia juga mengatakan kalau adanya surat edaran ini tidak terlepas dari Indonesia bukan agama Islam saja, melainkan umat non Islam pun ada.
“Indonesia ini bukan ditinggali oleh orang Islam aja, melainkan dari agama lain. Dan tentu sebagai umat terbesar di republik ini memberikan contoh terbaik, bahwa Islam menyiarkan agama secara santun dan menghargai masyarakat non Islam,” jelasnya.
Kementerian Agama melakukan study banding atau percontohan negara seperti Saudi Arabia tidak boleh menggunakan toa selain azan, kemudian dia Malaysia mengatur volume untuk suara luar.
“Bukan hanya di negara-negara Islam, melainkan negara Eropa mengatur suara luar seperti tidak boleh terlalu kencang,” katanya.
Ia menjelaskan duduk persoalan Menag Gus Yaqut yang menyamakan suara azan dengan lolongan anjing.
“Kita sampaikan kepada publik, ini loh rekaman aslinya seperti ini, kemudian ini transkripnya kita sampaikan ke publik,” jelasnya.
Kemenag juga berencana mengadakan pelatihan soal akuistik suara dan juga melakukan perbaikan sound system.
“Surat Edaran akan tetap kami sosialisasikan,”
Ia mengatakan tidak ada hukuman atau sanksi bagi masjid yang tidak mengikuti Surat Edaran tersebut.
“Republik ini tidak hanya diisi oleh umat Islam, tetapi oleh banyak kelompok lain,” pungkasnya. (Wengky)