JAKARTA- Kasus 12 santriwati yang diduga ‘diperkosa’ oleh Ustadz Herry Wirawan di sebuah pesantren di Cibiru, Kota Bandung, Jawa Barat menimbulkan tanda tanya di masyarakat, mengapa pemerkosaan bisa sampai hamil 2 kali dan dilakukan berulang kali. Kasus yang menimpa 12 santri dibawah umur tersebut lebih dekat dengan praktek ajaran ISIS di Timur Tengah dan Taliban di Afganistan yang menjadikan perempuan sebagai objek seksual. Hal ini disampaikan oleh Budayawan, Wibowo Arif kepada media di Jakarta, Minggu (12/12).
“Pemerkosaan masakan sampai 2 kali hamil dan melahirkan? Mengapa sampai 12 orang santriwati jadi korban tidak ada yang melapor? Mereka seperti mendapatkan indoktrinasi sehingga tidak berdaya menjadi objek pemuas seksual. Hanya saja belakangan bocor,” kata Wibowo Arif.
Menurutnya seharusnya perlu diperiksa mengapa ada kegiatan dalam persantren selama bertahun-tahun melibatkan seorang Ustadz dengan para santri dibawah umur.
“Pola hubungan Ustadz dengan belasan santri di pesantren tersebut mirip dengan pola yang dilakukan ISIS di Suriah dan Taliban di Afganistan. Perempuan jadi budak seks,” ujarnya.
Dalam ajaran ISIS dan Taliban, perempuan boleh dikuasai sebagai pemuas hawa nafsu sebagai budak seksual. Sehingga wajar Herry Wirawan menjadikan anak-anak perempuan santri dimanfaatkan sebagai pemuas hawa nafsu.
“Seharusnya para santriwati bisa belajar menjadi perempuan mandiri menghadapi perubahan jaman. Malah sebaliknya mereka harus melahirkan dan memellihara anak-anak mereka tanpa bekal memadai untuk hidup wajar,” katanya.
Praktek Ustadz Herry Wirawan tersebut itulah menurutnya yang saat ini dipakai oleh Taliban dan ISIS yang mengklaim memperjuangkan Khilafah Islamiah.
“Saya yakin kasus Ustadz Harry ini hanya salah satu yang terungkap. Pasti banyak praktek seperti ini namun belum terbongkar. Pasti korbannya anak-anak dan perempuan,” ujarnya.
Perempuan Di Era Digital
Di era revolusi industri 4.0 saat ini, menurut Wibowo Arif, perempuan sebagai bagian dari masyarakat harus ikut serta dalam pembangunan peradaban baru di era digital. Kaum perempuan Indonesia cerdas dan sensitif dalam merespon perubahan jaman ini adalah tenaga produktif dan inovatif dalam perubahan.
“Jadi ajaran dan praktek perbudakan perempuan seperti yang dilakukan oleh ISIS dan Taliban yang dilakukan orang-orang seperti ustadz Herry Wirawan ini bukan hanya merendahkan, tapi juga merusak talenta perempuan dan bangsa Indonesia yang sedang diberdayakan oleh pemerintahan Jokowi. Mau kemana bangsa ini kalau kaum perempuan hanya menjadi budak seks?” tegasnya.
Dimana Babinsa?
Kepada Bangkitlah.com dilaporkan, Wibowo Arif juga mempertanyakan bagaimana mungkin masyarakat di sebuah desa tidak tahu keberadaan sebuah pesantren yang isinya puluhan santriwati dengan seorang ustadz tanpa ustadzah.
“Masakan Babinsa dan kepala desa mendiamkan? Selama bertahun-tahun? Kalau begitu desa tersebut mendukung keberadaan pesantren tersebut dong. Desa seperti ini sepertinya sebuah desa basis. Dan pesantren tersebut adalah tempat hanya sekedar tempat pemuasan nafsu semata,” ujarnya.
Wibowo Arif meminta agar aparat tidak buru-buru menetapkan kasus ini murni kriminal pemerkosaan padahal ada kegiatan berbau ISIS atau Taliban di latar belakangnya.
“Kalau terbukti, maka terorisme di Indonesia sudah masuk pada tahap yang sangat akut dan berbahaya kalau tidak segera diberantas sampai ke akar-akarnya,” tegasnya.
Wibowo Arif juga mempertanyakan kepentingan MUI (Majelis Ulama Indonesia) untuk menutupi pemberitaan atas kasus ini.
“MUI seperti ketakutan dan ingin segera meredam media. Seperti yang dilakukan pada waktu meredam beberapa teroris yang berlangsung belum lama ini,” katanya. (Utari)