BANDAR LAMPUNG – Kantor Wilayah Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) Lampung mencatat 301 kasus sengketa tanah yang tersebar di 15 kabupaten dan kota di Lampung selama lima tahun terakhir (2015-2020).
“Pemetaan kasus kami lakukan pada 2021, tetapi untuk kasus pada 2015-2020 mencatat 301 kasus sengketa tanah. Semuanya telah selesai sesuai kriteria,” kata Kepala Kanwil BPN Provinsi Lampung, Yuniar Hikmat Ginanjar, Selasa (16/11).
Menurut dia, terdapat tiga kriteria permasalahan tanah, yaitu perselisihan tanah antara orang perseorangan, badan hukum, atau lembaga yang tidak berdampak luas.
Selanjutnya, kepada Bangkitlah.com dilaporkan, perselisihan tanah antara orang perseorangan, kelompok, golongan, organisasi, badan hukum, atau lembaga yang mempunyai kecenderungan atau sudah berdampak luas.
“Lalu perselisihan tanah yang penanganan dan penyelesaiannya melalui lembaga peradilan,” ujarnya.
Selama lima tahun terakhir, sengketa lahan yang terjadi cukup beragam, mulai dari tumpang-tindih kepemilikan hak tanah, sengketa batas tanah, dan perkara kepemilikan
“Kasus mafia juga ada pada 2018 kami mulai tangani. Kasus mafia tanah ada dua indikator, yaitu terkait kasus pertanahannya seperti hak milik itu sendiri,” lanjutnya.
Selanjutnya mafia tanah mengenai unsur pidana, seperti pemalsuan bukti sertifikat dan jual beli. “Kasus ini akan ditangani jika jelas ada bukti dan laporan dari masyarakat dan pihak kepolisian, sehingga bisa ditangani,” katanya.
Sementara untuk periode 2021, pihaknya sedang menangani sejumlah kasus sengketa tanah sekitar 37 kasus.
“Kasusnya masih berjalan, seperti sengketa jual-beli tanah dan perebutan batas,” tutupnya. (Wengky)