BANDAR LAMPUNG – Komisi I DPRD Provinsi Lampung kembali menggelar rapat dengar pendapat (RDP) terkait sengketa lahan di Sabahbalau, Kabupaten Lampung Selatan dan Sukarame, Kota Bandar Lampung. Sayangnya, tak satu pun perwakilan pihak Kantor Wilayah (Kanwil) Badan Pertanahanan Nasional (BPN) Lampung tampak dalam RDP tersebut.
RDP hanya dihadiri anggota Komisi I DPRD Lampung, PT Perkebunan Nusantara (PTPN) VII, dan Badan Pengelolaan Keuangan Aset dan Daerah (BPKAD) Provinsi Lampung.
Kepada Bangkitlah.com dilaporkan, Ketua Komisi I DPRD Lampug, Yozi Rizal mengatakan, pihaknya akan kembali mengundang Kanwil BPN Lampung, ditambah dengan BPN Bandar Lampung dan Lamsel. Bahkan dalam hearing selanjutnya, DPR berencana menghadirkan Satgas Mafia Tanah dari Polda Lampung.
“Kalau BPN enggak bisa merespons permintaan DPRD, kita akan ke Kantor Kementrian Agraria. Kalau sekali, dua kali, tiga kali, diundang enggak mau, kita jemput paksa,” katanya, Rabu (10/11).
Yozi menceritakan, PTPN X melepaskan hak ke negara melalui BPN Lamsel. Kemudian hak pakai diperoleh karena pelepasan BPN masih menginduk ke Pemprov Lampung.
“Makanya akan kami cek nanti terkait pelepasan untuk kelola,” paparnya.
Meskipun begitu, Komisi I DPRD mengaku lebih mengedepankan upaya win-win solution bagi pihak warga maupun Pemprov.
Sementara itu, Kepala Bidang (Kabid) Aset BPKAD Lampung, Meydian Andre memaparkan, pihaknya tidak akan melakukan esekusi terhadap warga dalam waktu dekat.
“Kami hormati proses hukum, kami sedang digugat,” ujarnya.
Menurutnya, Pemprov sudah berkirim surat dentan PTPN VII. Disebutkan, jawabannya saat itu BPN Lamsel masih di bawah naungan Pemprov Lampung.
“Ya seperti itu (RDP),” paparnya.
Ada beberapa poin pembahasan yang muncul dalam RDP kali ini. Pertama, aset yang hendak digunakan Pemerintah Provinsi (Pemprov) Lampung dan bersinggungan dengan warga Sukarame serta Sabahbalau memiliki luas 6,3 hektare. Kedua, sesuai pemaparan pihak PTPN VII bahwa pelepasan aset dari PTPN X (Saat itu) pada 1991 untuk negara belum berbentuk instansi vertikal, melaikan di bawah naungan Pemprov Lampung.
Ketiga, Pemprov Lampung melalui BPKAD tak menampik adanya tanah yang telah dikapling dan diperjual-belikan ke aparatur sipil negara (ASN). (Wengky)