SEMARANG – Penolakan penguburan jenasah oleh beberapa warga di Ungaran, Jawa Tengah merupakan tindakan melawan hukum yang tidak boleh dibiarkan terjadi lagi. Hal ini ditegaskan oleh Ketua Dewan Kesehatan Rakyat (DKR) Jawa Tengah, Nurhadi di Ungaran, Sabtu (11/4) yang mengecam penolakan jenasah seorang perawat yang dikuburkan di dua kuburan umum di Ungaran.
“Penolakan penguburan jenasah adalah melawan hukum. Apalagi jenasah petugas kesehatan gugur karena merawat pasien Corona. Itu tidak bermoral, karena kehilangan empati kemanusiaan pada perawat yang selama ini melayani masyarakat yang sakit,” tegasnya
DKR menurutnya mendukung upaya keluarga dan Persatuan Perawat Nasional Indonesia (PPNI) yang berencana akan mengambil langkah hukum atas penolakan jenasah tersebut.
“Langkah hukum penting agar masyarakat tahu bahwa tindakan amoral itu bisa dihukum,” tegasnya.
Seorang dokter ikut menyampaikan bela sungkawa atas kepergian perawat Nuria Kurniasih. Dr. Enoz Thezia di Jakarta menuliskan puisi untuknya mengenang:
diary 602
untuk teman medis dan para medis
sekaligus mengenang Glen Fredly
atas karya indahnya
~dr enozthezia
Lelahmu jadi lelahku juga
Bahagiamu bahagiaku pasti
Berbagi takdir kita selalu
Kecuali tiap kau jatuh hati
Kali ini hampir habis dayaku
Membuktikan padamu ada cinta yang nyata
Setia hadir setiap hari
Tak tega biarkan kau sendiri
Meski seringkali kau malah asyik sendiri
Karena kau tak lihat
Terkadang malaikat tak bersayap
Tak cemerlang, tak rupawan
Namun kasih ini, silakan kau adu
Malaikat juga tahu
Siapa yang jadi juaranya
Stigmatisasi Perawat
Sebelumnya, Persatuan Perawat Nasional Indonesia (PPNI) mengecam tindakan menolak pemakaman jenazah tersebut.
“Kami perawat Indonesia dengan jumlah lebih dari satu juta perawat mengecam keras atas tindakan penolakan jenazah yang dilakukan oleh oknum-oknum warga yang tidak memiliki rasa kemanusiaan,” kata Ketua Umum PPNI, Harif Fadhilah, dalam keterangan tertulisnya, Jumat (10/4).
Harif menyebut tindakan tersebut cenderung melawan hukum dengan memberikan stigmatisasi negatif dan diskriminatif terhadap para perawat yang berjuang di garis depan melawan pandemi Covid-19.
Dia meminta kepada aparat penegak hukum untuk mengusut tuntas kejadian penolakan pemakaman tersebut, serta mendesak aparat untuk menjamin keselamatan tenaga medis.
“Kami mendesak kepada aparat penegak hukum untuk mengusut tuntas kejadian penolakan, stigmatisasi, kriminalisasi yang menimpa almarhumah,” kata Harif.
Ia juga meminta kepada pemerintah serta tokoh masyarakat untuk memberikan pemahaman kepada penduduk terkait Covid-19, agar kejadian serupa tidak terulang. Harif mengatakan banyak perawat yang mendapatkan stigma negatif dari lingkungan tempat mereka tinggal di masa wabah virus corona.
“Kami tegaskan bahwa jenazah almarhumah dipastikan telah dilakukan perawatan dan pemulasaran jenazah sesuai dengan prosedur yang ditentukan,” tambahnya.
Kepada Bangkitlah.com dilaporkan, Almarhum Nuria Kurniasih, perawat 38 tahun itu sebelumya diketahui bertugas di Ruang Gayatri. Ruangan itu merupakan ruangan khusus merawat pasien lanjut usia di RSUP Kariadi. Perawat tersebut kemudian mengalami sakit dan dinyatakan positif corona. Sebelum meninggal dunia, perawat itu sempat menjalani perawatan isolasi di RSUP Kariadi, Semarang.
Dihimpun dari berbagai sumber, warga menolak pemakaman jenazah seorang perawat di RSUP Dr. Kariadi yang meninggal akibat infeksi virus corona, di dua tempat pemakaman umum (TPU) di Sewakul Ungaran Barat, Kabupaten Semarang, Jawa Tengah.
Akhirnya jenazah dipulangkan kembali ke Rumah Sakit dan dimakamkan di TPU ketiga yang merupakan pemakaman keluarga pegawai RSUP Dr Kariadi Semarang pada Kamis malam.
Hingga saat ini, tercatat 10 perawat Indonesia gugur saat menjalankan tugas melawan pandemi covid-19. Selain perawat Ikatan Dokter Indonesia (IDI) juga mencatat 20 dokter yang wafat akibat Covid-19. (Supriyadi)