Direktur Utama Perum Bulog Budi Waseso. (Ist)

JAKARTA – Direktur Utama Perum Bulog Budi Waseso mengungkapkan bahwa sulitnya birokrasi untuk memperoleh izin impor menjadi alasan impor gula terlambat sehingga stok di pasaran menipis dan menyebabkan harga komoditas tersebut mahal.

Dalam rapat virtual bersama Komisi IV DPR, Budi Waseso atau akrab disapa Buwas menjelaskan bahwa BUMN pangan tersebut telah mengajukan impor gula mentah (raw sugar) kepada Kementerian Perdagangan sejak November 2019. Impor gula mentah itu untuk diolah melalui anak usaha mereka, yakni Pabrik Gula (PG) PT Gendhis Multi Manis (GMM) menjadi gula kristal putih atau gula konsumsi.

Bulog baru bisa merealisasikan impor gula mentah tersebut pada akhir Maret, setelah diputuskan dalam rapat koordinasi terbatas di Kemenko Perekonomian dengan izin yang diperoleh sebesar 29.750 ton. “Namun, ini juga baru bisa direalisasikan akhir Maret, karena begitu sulitnya birokrasi yang kami tempuh sehingga pada akhirnya kami tidak bisa menggiling gula untuk kepentingan-kepentingan tadi,” kata Buwas di Jakarta, Kamis.

Ia memaparkan bahwa Bulog telah mengajukan izin impor pada November 2019 lalu karena PT GMM telah selesai masa giling tebu, sehingga harus dipasok melalui gula mentah.

Bulog juga mengusulkan untuk impor gula kristal putih (GKP) atau gula konsumsi agar bisa segera dipasok ke pasaran dan harga gula kembali stabil. Namun, prosedur penerbitan izin impor pun juga diakuinya tidak mudah.

“Kami sedikit memaksa pada bulan Maret akhir untuk kami bisa mengimpor gula kristal putih yang mana kami mengajukan untuk 20 ribu ton minimal. Namun, karena prosedurnya tidak mudah, akhirnya ada keterlambatan,” kata Buwas.

Berdasarkan data Pusat Informasi Harga Pangan Strategis Nasional (PIHPS), harga rata-rata gula pasir nasional hingga Kamis (9/4) ini sudah mencapai Rp18.550 per kilogram. Harga tersebut lebih tinggi dibandingkan harga eceran tertinggi (HET) gula yakni Rp12.500 per kg.

Namun demikian, Buwas mengaku sejauh ini impor gula konsumsi yang telah masuk sebanyak 5.000 ton. Kemudian, Bulog juga mendapat pasokan gula dari Pabrik Gulaku di Lampung sebanyak 15.000 ton yang saat ini tengah didistribusikan.

Kementerian Perdagangan sebelumnya telah mengeluarkan keputusan untuk mengalihkan stok gula rafinasi sebesar 250.000 ton yang biasa digunakan oleh industri makanan dan minuman, untuk diolah menjadi gula kristal putih atau gula konsumsi masyarakat.

Kepada Bangkitlah.com dilaporkan, sebanyak 250.000 ton gula rafinasi tersebut saat ini berada di pabrik-pabrik industri gula di Indonesia. Artinya, tidak memerlukan waktu lagi untuk memasukkan barang tersebut ke dalam negeri, atau tidak diperlukan impor.

“Kami yakin sesegera mungkin harga gula kembali normal, namun sampai hari ini di beberapa pinggiran Jakarta, masih mencapai Rp15.000 per kg, ini akan kami lakukan terus operasi pasar untuk gula,” kata Buwas. (Adriana)

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here