JAKARTA- Pengamat militer dan intelejen
Dr. Susaningtyas Nefo Handayani Kertopati, M.Si membantah tuduhan bahwa dirinya menuduh Islam sebagai embrio terorisme. Hal ini disampaikannya kepada Bangkitlah.com di Jakarta, Kamis (9/9) meluruskan pernyataannya sehubungan dengan simpang siurnya pemberitaan terkait penjelasan dirinya pada Webinar yang diselenggarakan Medcom beberapa waktu lalu.
“Sebagai umat Islam tentu saya tidak mungkin mengatakan Islam sebagai embrio Terorisme. Saya sebagai muslim secara sadar sangat menghormati Islam sebagai agama saya. Ajaran Islam yang saya pelajari adalah agama yang cinta sesama bahkan juga dengan Umat Beragama Lain. Islam Rahmatan Lil Alamin. Jadi saya tidak mungkin menuduh agama Islam sebagai embrio Terorisme,” tegasnya.
Susaningtyas menegaskan kembali berbagai temuan terkait dengan embrio Terorisme (Radikalisme), termasuk cikal bakalnya yang tumbuh berkembang diawali dari dunia pendidikan.
Tentu saja menurutnya, tidak semua Lembaga Pendidikan Berbasis Muslim itu bisa dikatakan sebagai embrio Radikalisme atau bahkan Taliban. Masih ada yang mengikuti peraturan perundangan yang berlaku.
Soal pendidikan itu, sudah ada banyak lembaga yang sudah meriset hal ini.
“Adapun permasalahan meruncing karena ada media yang menulis tidak lengkap atas keterangan saya, sehingga menyulut kemarahan serta kesalah pahaman kepada saya,” tegasnya.
Ia menambahkan, dirinya sangat menjunjung tinggi adat budaya Indonesia yang adhiluhung dan rasa cinta tanah air Indonesia.
“Sehingga tentu apa yang saya sampaikan tidak lain tidak bukan karena saya ingin mengajak serta bangsa ini memiliki patriotisme dalam Bela Negara,” tegasnya.
Terkait dengan Bahasa Arab Susaningtyas menyatakan sangat respect dengan Bahasa tersebut. Ada perbedaan konteks bahasa Arab sebagai alat komunikasi resmi di PBB (Perserikatan Bangsa-Bangsa) dengan penggunaannya sebagai bahasa sehari-hari dalam pergaulan suatu bangsa yang sudah memiliki bahasa nasional, seperti halnya bahasa kita bahasa Indonesia.
“Dalam hal ini mohon maaf bila ada yang tidak sependapat dengan saya,” katanya.
Sebagai catatan memang ia pun sangat mengkhawatirkan terjadi glorifikasi menangnya Taliban di Afganistan oleh sel-sel tidur terrorisme disini.
“Terkait hal ini tentu juga sudah sering dibahas oleh para ahli terorisme yang kita miliki, jadi bukan hanya saya saja. Demikian keterangan saya. Semoga kita semua selalu dalam lindungan Allah SWT dan sehat walafiat,” tegasnya.
Perlu Diwaspadai
Sebelumnya, pengamat militer dan intelejen Susaningtyas Nefo Handayani Kertapati menilai gerakan yang dianut kelompok Taliban perlu diwaspadai di Tanah Air. Indikasi dukungan yang mengarah kepada paham kelompok tersebut terlihat pada lembaga pendidikan.
“Di negara kita ini sudah banyak sekali lembaga pendidikan yang kiblatnya itu sudah Talibanisme ya,” kata Susan dalam program Crosscheck #FromHome by Medcom.id bertajuk ‘Taliban Bermuka Dua ke Indonesia?’ Minggu, 5 September lalu.
Ia mencontohkan gerakan itu berupa tidak mau hormat kepada bendera Merah Putih, tak memasang foto presiden, hingga menghafal nama menteri-menteri. Hal ini mengkhawatirkan karena sekolah punya peran penting mencetak calon penerus bangsa.
“Karena sekolah itu kan pabrik dari calon pemimpin, pabrik dari untuk mencerdaskan bangsa itu dulu dibenahi,” ujar Susan.
Ia menyayangkan masih ada politikus partai politik (parpol) hingga pimpinan universitas yang masih membela Taliban. Meski tak menyebut sosok yang dimaksud, Ia tak sependapat dengan cara berpikir mereka.
“Bahwa Taliban baik-baik saja, Indonesia tak perlu terlalu khawatir. Bagaimana kita enggak khawatir? Lihat anak muda kita di sekolah tidak mau menghormati Merah Putih, tidak mau menyanyikan lagu Indonesia Raya, dan sebagainya,” ucapnya. (Utari)