Hendardi, Ketua Setara Institute. (Ist)

JAKARTA – Penasehat Ahli Kepala Polisi Republik Indonesia (Kapolri) Dr Hendardi, dan Koordinator Tim Pembela Demokrasi Indonesia, Petrus Selestinus, mengatakan, Komplotan Novel Baswedan, harus dikeluarkan dari Komisi Pemberantasan Korupsi Republik Indonesia (KPK-RI).

Apalagi sudah dinyatakan tidak lulus Tes Wawasan Kebangsaan (TWK), 18 Maret – 9 April 2021, karena dari dulu Kompolotan Novel Baswedan, hanya tukang buat gaduh dan tukang buat onar.

Hal itu dikemukakan Hendardi dan Petrus Selestinus dalam Channel Rumah Kebudayaan Nusantara Media, Rabu, 26 Mei 2021.

“Komisioner KPK-RI di bawah kepemimpinan Komisaris Jenderal Polisi Firli Bahuri, harus bersikap tegas, demi menegakkan undang-undang, bagi seorang Aparatur Sipil Negara atau ASN,” kata Hendardi.

Menurut Hendardi, ketika Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR-RI) dan disetujui Presiden Indonesia, Joko Widodo, melakukan revisi, dengan diterbitkan Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2019, tentang: KPK-RI, komplotan Novel Baswedan mengancam akan keluar.

Ketika undang-undang hasil revisi disahkan, komplotan Novel Baswedan mengajukan gugatan ke Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia (MK-RI). Ketika gugatan ditolak MK-RI, komplotan Novel Baswedan berjumlah 75 orang, tetap ribut, dan tidak mau keluar, sesuai ancaman yang pernah mereka lakukan sebelumnya.

Bahkan, menurut Hendardi, sejak dibentuk Panitia Seleksi Calon Komisioner KPK-RI tahun 2019, sebelum naman-nama diserahkan kepada DPR-RI, kelompok Novel Baswedan sudah ribut, ketika perekrutan melibatkan Badan Intelijen Negara (BIN) dan Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT).

Terakhir, TWK diselenggarakan Badan Kepegawaian Negara Republik Indonesia, bersama BIN, BNPT, Badan Analisa Intelijen Strategis Tentara Nasional Indonesia (BAIS TNI), Dinas Intelijen dan Dinas Psikologi Tentara Nasional Indonesia Angkatan Darat (TNI-AD), diikuti 1.351 orang karyawan dan penydiik, 18 Maret – 9 April 2021, dan sebanyak 75 orang dinyatakan tidak lulus, komplotan Novel Baswedan, ribut lagi.

“Untuk sebuah organisasi Pemerintah yang secara khusus menangani masalah korupsi, kondisi di lingkungan internal yang dilakukan komplotan Novel Baswedan, sangat tidak baik bagi KPK-RI. Masyarakat harus mendukung langkah Pemerintah membuang kelompok yang tukang buat onar di internal KPK-RI,” ujar Hendardi, mantan anggota Panitia Seleksi Bakal Calon Anggota Komisioner KPK-RI tahu 2019.

Kepada Bangkitlah.com dilaporkan bahwa, Hendardi mengatakan, merupakan amanat Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2019, tentang: KPK-RI, bawah karyawan dan penyidik beralih status menjadi ASN. Undang-Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014, tentang: ASN, sudah ditegaskan, ASN harus setia kepada Pemerintahan yang sah berideologi Pancasila, berlandaskan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI), Undang-Undang Dasar 1945 dan Bhineka Tunggal Ika.

“Materi TWK, itu, sangat standar. Kalau tidak dijawab sesuai penggarisan bagi Calon ASN, tidak bisa dipaksakan. Karena ASN punya aturan sendiri di dalam menjaga tetap tegaknya ideology Pancasila. Ini sejalan dengan misi Pemerintahan Presiden Joko Widodo dalam memberantas intolerans, radikalisme, ekstrimisme dan terorisme, demi keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia,” ujar Hendardi.

Petrus Selestinus, mengatakan, semakin komplotan Novel Baswedan membuka fontral terhadap kebijakan pimpinan KPK-RI, semakin menyulitkan posisi mereka sendiri.

“KPK-RI tidak akan lumpuh hanya lantaran memecat komplotan Novel Baswewan. Penduduk di Indonesia berjumlah 267 juta orang, sebanyak sekali orang berintegritas. Faktanya sekarang, semenjak komplotan Novel Baswedan dinon-aktifknya per 1 Mei 2021, KPK-RI, tetap jalan,” kata ujar Petrus Selestinus.

Dikatakan Petrus Selestinus, Pemerintahan Presiden Indonesia, Joko Widodo, menginginkan KPK-RI dikembalikan kepada posisi semua, semenjak dibentuk tahun 2002, yaitu melakukan tugas pencegahan, dan penindakan mendorong tugas Polisi Republik Indonesia (Polri) dan Kejaksaan Agung Republik Indonesia.

“Masalahnya, komplotan Novel Baswedan sudah merasa nyaman, dengan grup taliban dan lainnya sebagainya, sampai sekarang. Mereka akan ribut kalau Pemerintahan Presiden Joko Widodo, ingin mengembalikan KPK-RI, sesuai misi awal,” kata Petrus Selestinus.

Diungkapkan Petrus Selestinus, dalam 10 tahun terakhir, fungsi pencegahan KPK-RI, sama sekali tidak jalan. Fungsi penindakan, kualitasnya kalah dengan fungsi serupa dari Polri dan Jaksa, sementara biaya negara dianggarkan untuk KPK-RI, sangat besar.

Petrus Selestinus, mengatakan, langkah pencegahan paling mudah dilakukan KPK-RI, adalah menelusuri setiap saat perkembangan Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN) secara periodik, sehingga ditelusuri lebih lanjut antara pendapatan dan gaji secara sah yang diperoleh.

“Penelusuran terhadap LHKPN sudah diatur di dalam Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2019, tentang: KPK-RI, atau dalam undang-undang sebelum direvisi. Ini tidak dilakukan. Biang kerok penghambat penelusuran LHKPN, ya, itu, komplotan Novel Baswedan,” ujar Petrus Selestinus.

Petrus Selestinus, mengingatkan Komplotan Novel Baswedan untuk berhentikan memperalat kelompok lembaga swadaya masyarakat untuk mem-framming sesuatu yang tidak perlu, karena orang akan semakin bertanya, ada sesuatu yang tidak beres di dalam.

Diungkapkan Petrus Selestinus, kelompok yang tukang buat onar di dalam memang tidak sepenuhnya identik dengan kelompok taliban. Ada juga komplotan Novel Baswedan, beragama lain. Umumnya Komplotan Novel Baswedan, adalah mereka yang dulu memilih berhenti menjadi anggota Polri setelah masuk di KPK-RI.

“Jadi lebih cocok disebut Komplotan Novel Baswedan. Kelompok taliban, memang Novel Baswedan sebagai penggerakknya. Jadi kelompok taliban dan kelompok non taliban yang sudah membuat geng baru, misinya menolak kebijakan pimpinan yang mengusik suasana nyaman mereka, disebut Komplotan Novel Baswedan. Komplotan Novel Baswedan, inilah, yang harus dibuang,” kata Petrus Selestinus.

Petrus Selestinus, mengatakan, sudah mendapat informasi nama-nama yang tukang buat onar di dalam tubuh KPK-RI lewat Wadah Pegawai (WP), termasuk nama-nama yang di luar beragama Islam.

“Komplotan Novel Baswedan inilah yang membuat kinerja KPK-RI semakin terpuruk,” kata Petrus Selestinus. (Adriana)

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here