JAKARTA – Petrus Selestinus, Koordinator TPDI dan Advokat menegaskan adalah salah besar jika ada kelompok yang mengkultuskan dan memuja Novel Baswedan di KPK. Hal ini ditegaskannya, di Jakarta, Rabu (19/5).
Menurutnya, prinsip UU No. : 19 Tahun 2019 Tentang KPK terhadap Pegawai KPK, ialah bahwa Pegawai KPK adalah Aparatur Sipil Negara (ASN), sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan mengenai ASN. Demikian penegasan (pasal 1 angka 6 UU No.19 Tahun 2019 Tentang KPK).
Posisi Pegawai KPK merupakan satu dari 3 (tiga) organ penting di KPK selain Dewan Pengawas dan Pimpinan KPK. Namun organ Pegawai KPK, tunduk pada UU No.5 Tahun 2014 Tentang Aparatur Sipil Negara (ASN), yang menempatkan ASN sebagai profesi yang berlandaskan pada prinsip : Nilai Dasar, Kode Etik, Kode Perilaku, Komitmen, Integritas Moral, Kompetensi dll.
“Untuk menjadi Penyidik KPK dengan status ASN, Novel Baswedan dkk. wajib mengikuti seleksi Pengalihan Pegawai KPK menjadi ASN, termasuk tes wawasan kebangsaan (TWK), meliputi “Nilai Dasar (memegang teguh Ideologi Pancasila, setia kepada UUD 1945 dan pemerintahan yang sah, mengabdi kepada negara dll.); Kode Etik dan Kode Perilaku; Komitmen Moral, Tanggung Jawab; dll., dimana Novel Baswedan dkk dinyatakan tidak lulus,” jelasnya.
Menurutnya, kewenangan pimpinan KPK pengangkatan Novel Baswedan dkk. menjadi ASN berada di tangan “Pejabat Pembina Kepegawaian” (PPK), yang berada di masing-masing Kementerian, tetapi kewenangan untuk mengangkat dan memberhentikan Novel Baswedan dkk. sebagai Penyidik KPK, menjadi wewenang absolut Pimpinan KPK sesuai wewenang atribusi pada pasal 3 dan pasal 45 UU No. 19 tahun 2019, Tentang KPK.
“Novel Baswedan dkk.saat ini berada pada tahap dinonaktifkan dari jabatan sebagai Penyidik KPK, sementara untuk sampai pada tahap diberhentikan, meskipun Pimpinan KPK sudah memiliki alasan hukum untuk pemberhentian Novel Baswedan dkk. dari fungsinya selaku Penyidik di KPK, tinggal menunggu tahapan lebih lanjut,” tegasnya.
Dengan demikian, menurutnya perdebatan seputar penonaktifan Novel Baswedan dkk. dari tugas-tugasnya selaku Penyidik KPK, dengan menggerakan puluhan Profesor Doktor atau Guru Besar, untuk menolak penonaktifan Novel Baswedan, hal itu merupakan langkah yang mubasir dan tidak memiliki dasar hukum apapun bahkan menodai Independensi KPK.
“Penonaktifan Novel Baswedan dkk. masih dalam ruang lingkup tugas dan wewenang Pimpinan KPK diatur dalam pasal 3 dan pasal 45 UU No. 19 Tahun 2019 Tentang KPK, yang bersifat independen dan bebas dari pengaruh kekuasaan manapun termasuk oleh Presiden Jokowi, kecuali soal status ASN,” katanya.
Ia mentengarai, segelintir orang mengkultusindividukan Novel Baswedan, seakan-akan kekuatan pencegahan dan pemberantasan korupsi di KPK digantungkan kepada kemampuan Novel Baswedan. Ini cara pandang yang absurd, apalagi KPK sudah 17 tahun berjalan belum berhasil membuat koruptor berhenti korupsi dan mengembalikan kerugian negara.
Kepada Bangkitlah.com dilaporkan, tindakan penonaktifan Novel Baswedan dkk. dari jabatan sebagai Penyidik di KPK, baru tahap awal pembenahan, belum masuk tahap pemberhentian dari jabatan sebagai Penyidik di KPK, karena masih menunggu Keputusan definitif, apakah Novel Baswedan dinyatakan diangkat sebagai ASN atau tidak dan apakah dimutasi pada posisi lain dengan Perjanjian Kerja.
“Oleh karena itu mari kita dukung, amati dan awasi pelaksanaan tugas dan wewenang Pejabat Pembina Kepegawaian (PPK) sesuai UU No. 5 Tahun 2014 Tentang ASN dan PP No. 41 Tahun 2020 Tentang Pengalihan Pegawai KPK Menjadi ASN, tanpa harus mengintervensi tugas Pimpinan KPK,” tegasnya. (Utari)