JAKARTA – Tidak ada kata-kata lain menyimpulkan para politisi di DPR selain beku hati. Berbagai kasus kekerasan dan penderitaan pada Pekerja Rumah Tangga (PRT) tidak menyentuh hati mengolkan UU Perlindungan Pekerja Rumah Tangga. Negara telah mengabaikan 4,2 juta kaum Sarinah hidup dalam siksaan. Hal ini ditegaskan oleh Sayem, dari Jala PRT di Jakarta, Kamis (26/11).
“Rantai kekerasan dan penderitaan yang terjadi pada Pekerja Rumah Tangga (PRT) tak juga membuat luluh hati para pembuat kebijakan. Ketidakadilan, kemiskinan, kerentanan, kekerasan fisik dan psikis tak mampu mengalihkan perhatian para pembuat kebijakan. 4,2 juta lebih PRT Indonesia nasi semakin terabaikan. Betapa negara membiarkan warganya yang semakin hari semakin tertindas di negarinya sendiri,” tegasnya.
Ia mengatakan, negara tutup mata terhadap perbudakan di jaman modern yang mengatasnamakan kekeluargaan membungkam 4,2 juta PRT tak berani menyampaikan jeritan hatinya.
“Dengan apa kami membuka pintu hati tuan dan puan? Dengan apa kami bisa membuka pintu hati para Tuan dan Puan? Apalagi yang harus kami lakukan supaya Tuan dan Puan memikirkan nasip kami? Bukti apa yang Tuan dan Puan inginkan agar korban-korban ketidakadilan ini mendapat perlindungan? Jangan gantung nasip Kami,” katanya.
Kepada para politisi di pemerintahan dan DPR-RI ia mengingatkan janji yang diucapkan atas nama Tuhan untuk melayani dan melindungi seluruh rakyat Indonesia.
“Di tangan Tuan dan Puan nasip kami titipkan untuk sebuah perubahan. Janji yang Tuan dan Puan ucapkan di atas Kitab Suci akan kami tagih sampai terealisasikan. Kami juga punya cita cita seperti Tuan dan Puan para majikan. Kami ingin anak cucu kami punya hidup yang lebih baik dari kami orang tuanya,” tegasnya.
Sayem menanyakan berapa lama lagi 4,2 juta kaum Sarinah harus menunggu perlindungan negara dari berbagai perlakuan tidak adil terhadap pekerjaan sebagai PRT.
“16 tahun kami menunggu disahkannya undang-undang untuk perlindungan kami. Tapi para Tuan dan Puan hanya membahas dan membahas entah sampai kapan. Perlu berapa tahun lagi nasip kami di gantung. Perlu berapa lama lagi kami menunggu janji janji? Perlu berapa kali pergantian kepemimpinan? Nasip kami selalu dalam daftar tunggu. Menunggu sebuah perlindungan,” ujarnya.
Yang terjadi menurutnya, setiap Pemilu dan Pilkada, para politisi mengemis suara kaum Sarinah dengan janji-janji manis, tapi lupa setelah berkuasa dan ikut melanjutkan perbudakan.
“Tuan dan puan pembuat kebijakan, janganlah habis manis sepah dibuang. Usia muda kami melayani majikan, saat renta kami tak ada perlindungan” tegasnya.
Suara Hati Sarinah
Kepada Bangkitlah.com dilaporkan, Sayem menjelaskan bahwa hampir semua orang Indonesia mengetahui nama Sarinah, sebagai sosok yang sangat dihormati oleh Proklamator Republik Indonesia, Bung Karno. Sarinah adalah pengasuh Bung Karno dimasa kecil. Sarinah adalah seorang Pekerja Rumah Tangga (PRT) yang membesarkan Bung Karno. Penghormatan pada Sarinah dituangkan oleh Bung Karno dalam tulisan yang berjudul ‘Sarinah’ yang diterbitkan pertama kali pada November 1947.
“Peran dan kasih sayang Sarinah dalam mengasuh Soekarno kecil adalah peran yang saat ini dilakukan oleh 4,2 juta PRT di seluruh Indonesia yang tidak pernah diakui apalagi dilindungi oleh negara,” jelasnya.
Ia menceritakan sejak kecil, Bung Karno kecil sangat menyayangi Sarinah, yang bekerja seperti PRT dizaman modern ini,– mengasuh anak majikan dan mengurus semua keperluan majikan.
“Sikap Bung Karno tidak pernah sedikitpun merendahkan dan tidak semena-mena pada mbok Sarinah,” katanya.
Sebaliknya, menurut Sayem, Sarinah telah menjadi inspirasi bagi Bung Karno untuk membebaskan rakyat Indonesia dari penindasan dan penghisapan. Sehingga mendorong pergerakan pembebasan rakyat dari penjajahan kolonialisme, menjadi negara berdaulat Republik Indonesia.
“Namun, di alam kemerdekaan saat ini. Semua orang yang mengklaim sebagai pengikut Soekarno, Pancasilaism, nasionalis malah ikut melanggengkan perbudakan seperti yang kami alami sebagai PRT. Merekalah yang sejak dari hatinya dan dari dalam rumah tangganya mengkhianati cita-cita Bung Karno,” ujarnya. (Adriana)