KALIANDA – Ada persoalan yang menjelimet dibalik keelokan Pantai Sebalang di Desa Tarahan, Kecamatan Katibung, Lampung Selatan.
Pantai yang banyak diperbincangkan di media sosial itu dikunjungi belasan ribu orang dalam sepekan, membuat pantai yang bersebelahan dengan PLTU Sebalang itu semakin viral. Mengusung konsep tempat santai untuk berswafoto dengan menyediakan tempat duduk di tepi pantai dibawah temaram lampu pijar, Pantai Sebalang menjadi primadona liburan masyarakat saat ini.
Namun dibalik keindahannya, ada sekelumit persoalan Pantai Sebalang yang bikin menjelimet mengenai kepengurusan atau pengelolaan lokasi wisata tersebut.
Kepada Bangkitlah.com dilaporkan, lokasi Pantai Sebalang merupakan milik negara yang bersebelahan dengan lahan seluas 22 hektare (ha) milik Pemerintah Provinsi Lampung.
Lahan milik Pempov Lampung itu dikelola masyarakat sekitar berdasarkan surat Keputusan Gubernur Lampung No G/144/B.X/HK/2014 tentang pemberian pinjam pakai tanah milik Pempov Lampung di Dusun Sebalang, Desa Tarahan.
Sejak awal Desember 2019 silam, CV Matahari Sebalang mengajukan izin pengelolaan Pantai Sebalang dengan konsep adopsi kearifan lokal dengan memanfaatkan masyarakat sekitar. Sambil menunggu perizinan pengelolaan keluar, Pantai Sebalang dibenahi sampai menjadi seperti saat ini.
Awal September 2020, perizinan untuk pengelolaan sudah keluar. Pengelola Pantai Sebalang mengenakan tarif biaya masuk Rp10 ribu per orang.
Ada dua pintu masuk menuju Pantai Sebalang, satu jalan reklamasi yang di kelola PT Tanjung Selaki dan kedua jalan milik Kabupaten Lampung Selatan. Para wisatawan umumnya melintasi jalan reklamasi yang terletak di tepi pantai. Untuk menuju jalan reklamasi harus melalui lahan milik warga sekitar.
Persoalan awal timbul disebabkan oleh warga pemilik lahan menuju Pantai Sebalang melalui jalan reklamasi, didirikan juga pos masuk dengan biaya masuk Rp10 ribu.
“Pengunjung jadi dua kali membayar biaya masuk menuju Pantai Sebalang,” kata Hendri (33) pemuda sekitar, Selasa (3/11).
Permasalahan itu akhirnya menimbulkan polemik antara pengelola Pantai Sebalang dengan warga sekitar dan dimediasi Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Lampung Selatan.
“Hasil mediasi tidak dikenakan biaya masuk ke Pantai Sebalang,” kata dia.
Pasca digratiskan masuk, membuat Pantai Sebalang seperti tidak bertuan dan tidak dikelola sebagaimana mestinya. Pantai Sebalang menjadi kotor tidak dibersihkan, karena biaya untuk itu terhenti setelah pengelola tidak ada pemasukan.
“Tidak ada pemasukan, otomatis tidak ada perawatan,” kata pengelola Pantai Sebalang, Akbar Gemilang.
Direktur CV Matahari Sebalang itu menjelaskan selama dalam pengelolaannya, uang tiket masuk digunakan untuk membayar upah bersih pantai, termasuk keamanan. “Uang dari tiket masuk digunakan untuk perawatan pantai,” ujarnya.
Sebanyak 85 warung makanan di sepanjang Pantai Sebalang yang dkelola masyarakat tanpa dipungut biaya apapun oleh pengelola. “Konsepnya mendongkrak ekonomi masyarakat sekitar,” ujarnya.
Kepala Desa Tarahan Hairul menjelaskan permasalahan Pantai Sebalang disebabkan saling klaim antar PT Tanjung Selaki dan pihak ketiga yang mengelola. “Ada saling klaim mengenai pengelolaannya,” kata dia.
Ia menegaskan Pemerintah Desa Tarahan tidak terlibat apapun dalam pengelolaan Pantai Sebalang.
“Kami pemerintah desa tidak terlibat apapun,” ujarnya.
Sedangkan parkir di Pantai Sebalang dikelola para pemuda dari empat dusun yang sudah menjadi mata pencarian masyarakat. “Terpenting masyarakat ada pekerjaan dan kondusif,” ujar dia.
Menurutnya agar sekelumit persoalan yang menjelimet di Pantai Sebalang selesai, pemerintah setempat perlu turun tangan agar tidak berkepanjangan.
“Harus rembuk lagi, karena permasalahan saling klaim akan muncul lagi. Ini demi kemajuan wisata disini,” kata Wahyu (51) warga setempat. (Mardiana)