JAKARTA – Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian mengingatkan seluruh pihak agar jangan melakukan hal-lan yang mencoreng penyelenggaraan Pemilihan Kepala Daerah Serentak 2020, baik dalam bentuk pelanggaran maupun berupa konflik.
“Semua pihak mesti menjaga segala potensi kerawanan yang tidak hanya kerawanan dari hal-hal yang bersifat konvensional, tetapi juga kerawanan karena adanya pandemi COVID-19,” kata Mendagri Tito Karnavian saat berbicara dalam webinar “Nasional Pilkada Berintegritas 2020” di Jakarta, Selasa (20/10).
Bagaimanapun, menurut Tito, suksesnya Pilkada 2020 ditentukan oleh seluruh elemen yang saling bahu-membahu dengan baik.
“Pilkada untuk bisa sukses itu merupakan suatu orkestra dari seluruh elemen,” kata Mendagri.
Elemen penting pertama pilkada, kata dia, adalah Pemerintah. Pemerintah memiliki peran yang sangat penting terkait soal penganggaran.
Sampai 20 Oktober 2020 realisasi anggaran pilkada sudah hampir mendekati 100 persen. Anggaran untuk KPU sudah mencapai 99,58 persen, untuk Bawaslu itu telah mencapai 99,61persen, dan aparat keamanan Polri dan TNI itu sudah mencapai 83,77 persen.
“Sudah saya perintahkan kepada plt. atau pjs.-nya (kepala daerah) untuk segera melunasi supaya tidak ada lagi beban tanggunganpada KPU dan Bawaslu maupun aparat keamanan. Ini saya lihat Kota Bandar Lampung ini paling macet, saya juga tidak tahu kenapa?” kata Mendagri.
Peran dari pemerintah lainnya, lanjut Tito, adalah memfasilitasi, termasuk soal peraturan perundang-undangan dan peraturan KPU. Pemerintah punya peran untuk mengomunikasikannya dengan DPR.
Selain itu, juga mendorong agar netral, kemudian sejumlah surat edaran, di antaranya tidak boleh melakukan mutasi 6 bulan sebelum penetapan paslon.
“Kemarin ada yang melakukan, akhirnya didiskualifikasi, Kabupaten Ogan Ilir. Ada dugaan demikian sehingga temuan Bawaslu di-follow up oleh KPU,” kata Tito.
Elemen penting lainnya dalam pelaksanaan pilkada, lanjut dia, penyelenggara pemilu.
Menurut Mendagri, salah satunya adalah KPU. KPU diharapkan menjadi pihak yang betul-betul netral.
Pengalaman di lapangan, kata dia, terutama di daerah, lebih khususnya lagi dalam pilkada, sering kali ada penyelenggara yang tidak netral.
Kepada Bangkitlah.com dilaporkan, menurut Tito, menjamin netralitas jajaran KPU dan Bawaslu, terutama di tingkat bawah itu tidak gampang.
“Apalagi, yang ad hoc. Mungkin berpikir 5 tahun sekali kapan lagi? Sehingga ini tolong rekan-rekan KPU daerah yang bertanggung jawab betul-betul tunjukkan netralitas. Hanya dengan netralitas rekan-rekan akan dihargai oleh pasangan calon,” kata Mendagri.
Begitu pula dengan Bawaslu, dia berharap badan pengawas bisa mencegah tindak transaksional dalam pilkada, jangan ragu untuk menindak tegas.
“Saya juga mohon dengan hormat kepada jajaran penegak hukum KPK, kemudian Polri, kejaksaan, saya sudah sampaikan juga kalau ada oknum yang berbuat demikian tindak tegas, untuk memberikan contoh kepada yang lain. Memberikan efek deterens kepada yang lain,” ujarnya.
Berikutnya, komitmen dari pasangan calon, menurut Mendagri, menjadi penting di samping pengawasan eksternal. Jadi, pengawasan internal dari pasangan calon dan tim sukses serta partai pendukung dinilai penting sekali, dan juga jangan menghalalkan segala cara.
“Kita ingin membangun demokrasi yang baik. Oleh karena itu, pasangan juga kita harapkan mematuhi rule of law, mematuhi rule of game, mematuhi aturan mainnya yang diatur dalam PKPU, yang diatur dalam undang-undang yang lain dan dipelajari dan diikuti gunakan cara-cara yang cerdas,” ucapnya.
Selain itu, peran tokoh masyarakat, tokoh agama, tokoh adat, dan ormas, menurut Mendagri, juga harus diberdayakan. Dengan demikian, bisa membangun dukungan mereka terhadap jalannya pilkada, mereka bisa ikut berkontribusi menciptakan pilkada yang sehat dan aman.
“Pilkada yang demokratis, aman dari konflik kekerasan, serta aman dari pelanggaran pelanggaran, termasuk pelanggaran dalam hal politik uang maupun korupsi, serta aman dari penyebaran COVID-19,” ujarnya. (Adriana)