JAKARTA – Tim Mitigasi Ikatan Dokter Indonesia (IDI) berpendapat aksi demonstrasi yang menolak Omnibus Law UU Cipta Kerja yang terjadi belakangan ini berpotensi memunculkan klaster baru, sehingga memicu lonjakan COVID-19 di Tanah Air.
Ketua Tim Mitigasi PB IDI, Dr M Adib Khumaidi, SpOT dalam keterangan tertulisnya, di Jakarta, Jumat (9/10), mengatakan, peristiwa demonstrasi mempertemukan ribuan, bahkan puluhan ribu orang yang sebagian besar tidak hanya mengabaikan jarak fisik namun juga tidak mengenakan masker.
“Berbagai seruan nyanyian maupun teriakan dari peserta demonstrasi tersebut tentu mengeluarkan droplet dan aerosol yang berpotensi menularkan virus terutama COVID-19,” kata Adib.
Ditambah lagi banyaknya kemungkinan peserta demonstrasi yang datang dari kota atau wilayah yang berbeda.
“Jika terinfeksi, mereka dapat menyebarkan virus saat kembali ke komunitasnya,” ujarnya.
Menurut dia, bukan merupakan tugasnya sebagai tenaga kesehatan untuk menilai mengapa orang-orang tersebut terlibat dalam demonstrasi.
“Dalam hal ini, kami menjelaskan kekhawatiran kami dari sisi medis dan berdasarkan sains, hal yang membuat sebuah peristiwa terutama demonstrasi berisiko lebih tinggi daripada aktivitas yang lain. Bahkan, diperkirakan akan terjadi lonjakan masif yang akan terlihat dalam waktu 1-2 minggu mendatang,” papar Adib.
Dalam kondisi saat ini, para tenaga kesehatan dan fasilitas kesehatan sudah kelimpungan menangani jumlah pasien Covid yang terus bertambah.
Adib menambahkan, selama pekan pertama Oktober 2020 sudah ada 5 dokter meninggal akibat Covid-19.
“Sehingga total ada 132 dokter wafat akibat Covid. Para dokter yang wafat tersebut terdiri dari 68 dokter umum (4 guru besar), dan 62 dokter spesialis (5 guru besar), serta 2 residen,” ujarnya.
Keseluruhan dokter tersebut berasal dari 18 IDI Wilayah (provinsi) dan 61 IDI Cabang ( Kota/Kabupaten).
Berdasarkan data provinsi, Jawa Timur sebanyak 31 dokter, Sumatera Utara 22 dokter, DKI Jakarta 19 dokter, Jawa Barat 11 dokter, Jawa Tengah 9 dokter, Sulawesi Selatan 6 dokter, Bali 5 dokter, Sumatera Selatan 4 dokter, Kalimantan Selatan 4 dokter, DI Aceh 4 dokter, Kalimantan Timur 3 dokter, Riau 4 dokter, Kepulauan Riau 2 dokter, DI Yogyakarta 2 dokter, Nusa Tenggara Barat 2 dokter, Sulawesi Utara 2 dokter, Banten 1 dokter, dan Papua Barat 1 dokter.
Hal ini dikarenakan Lonjakan pasien COVID-19 terutama orang tanpa gejala (OTG) yang mengabaikan perilaku protokol kesehatan di berbagai daerah juga meningkat.
Bahkan, klaster-klaster baru penularanCOVID-19 terus bermunculan dalam beberapa minggu terakhir karena sejumlah wilayah di Indonesia mulai melepas PSBB dan membuka wilayahnya kembali untuk pendatang yang berarti lebih banyak orang yang menjalani aktivitas di luar rumah.
“Termasuk, peristiwa demonstrasi yang terjadi beberapa hari belakangan ini,” ucapnya.
Pendemo Bawa Ganja
Sebelumnya kepada Bangkitlah.com dilaporkan, sebanyak lima pendemo yang melakukan anarkis hingga ricuh di depan Gedung DPRD Kalbar, Kamis (8/10) dari hasil tes cepat reaktif dan dua lagi positif gunakan narkoba jenis ganja, kata Kabid Humas Polda Kalbar, Kombes (Pol) Donny Charles Go
“Dari sebanyak 35 orang yang diamankan, yakni sebanyak 26 orang oleh Polda Kalbar, dan sembilan orang oleh Polresta Pontianak, lima orang hasil tes cepatnya reaktif COVID-19, dan dua lagi positif menggunakan narkoba jenis ganja,” kata Donny Charles Go di Pontianak, Jumat (9/10).
Dia menjelaskan, para pendemo tersebut diamankan dulu, sementara untuk proses tes usap bagi yang reaktif masih menunggu koordinasi dengan Tim Gugus Tugas COVID-19 dari Provinsi Kalbar
“Kami imbau kepada mahasiswa atau masyarakat agar tidak terpancing oleh isu-isu provokatif. Silakan gunakan jalur judicial review untuk menolak UU Omnibus Law cipta kerja, bukan dengan cara membuat kericuhan yang hanya merugikan semua pihak,” ujarnya
Dan kepada, para pengunjuk rasa agar tetap mematuhi atau melaksanakan protokol kesehatan, seperti menggunakan masker dan menjaga jarak guna menghindari penyebaran COVID-19.
“Karena kalau hal itu tidak dipatuhi, malah dikhawatirkan akan menimbulkan klaster baru penyebaran COVID-19,” ujar Kabid Humas Polda Kalbar.
34 Perusuh Jakarta Reaktif COVID-19
Sebelumnya, Polda Metro Jaya mencatat sebanyak 34 perusuh yang diamankan petugas saat aksi penolakan Undang-Undang Cipta Kerja berstatus reaktif COVID-19 berdasarkan hasil tes cepat.
Polisi kemudian merujuk 34 orang tersebut ke Rumah Sakit Darurat Wisma Atlet untuk isolasi dan dilakukan tes usap.
“Sudah 34, sudah kita rujuk ke Wisma Atlet karena dia reaktif dan sekarang kita lakukan swab,” Kepala Bidang Humas Polda Metro Jaya Komisaris Besar Polisi Yusri Yunus saat dikonfirmasi, Kamis (9/10).
Yusri mengatakan ada sekitar seribu orang perusuh yang diamankan oleh polisi dalam bentrok dan perusakan sejumlah fasilitas umum di Ibu Kota.
Selanjutnya, sesuai dengan protokol kesehatan, pihak kepolisian melakukan tes cepat terhadap perusuh yang diamankan.
Atas temuan 34 orang yang reaktif di antara seribu orang tersebut, pihak kepolisian bertindak cepat dengan segera mengirimkan perusuh itu ke Wisma Atlet untuk menghindari munculnya klaster COVID-19 baru.
“Dari seribu ini, satu orang saja bisa menularkan banyak, apalagi 34, ini kan jadi klaster baru nantinya,” ujar Yusri.
Lebih lanjut, Yusri menegaskan bahwa seribu orang yang diamankan bukan buruh pengunjuk rasa, melainkan perusuh yang menunggangi aksi unjuk rasa buruh menentang Omnibus Law Cipta Kerja.
“Ini memang perusuh yang menunggangi teman-teman buruh melakukan unjuk rasa ini,” ucap dia.
Pihak kepolisian juga mulai menyelidiki aksi perusakan sejumlah fasilitas umum di Ibu Kota dengan mencari para pelakunya. Salah satu yang akan diperiksa polisi adalah video-video perusakan yang beredar di media sosial.
Yusri juga menyebutkan ada enam personel kepolisian yang harus dirawat di rumah sakit akibat terluka saat bentrokan dengan perusuh. (Utari)