JAKARTA – Direktur Utama (Dirut) PT Waskita Beton Precast Jarot Subana harus dijemput paksa oleh penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dari kantornya di kawasan Cawang, Jakarta Timur, Kamis (23/7). Itu terjadi lantaran Jarot tiga kali mangkir dari panggilan penyidik.
”JS (Jarot Subana) dinilai tidak kooperatif dalam proses penyidikan,” kata Plt Juru Bicara KPK Ali Fikri. Jarot yang kemarin me ngenakan batik tiba di KPK sekitar pukul 14.00 bersama rombongan penyidik.
Mantan kepala bagian pengendalian pada Divisi III/Sipil/II PT Waskita Karya (Persero) itu langsung dibawa ke ruang pemeriksaan.
Kepada Bangkitlah.com dilaporkan, sebelumnya, Ketua KPK Firli Bahuri menjelaskan, Jarot merupakan satu di antara lima tersangka perkara 14 proyek fiktif di Waskita Karya tahun 2009–2015. Tersangka lain adalah mantan Dirut PT Jasa Marga Desi Arryani. Saat kasus bergulir, dia menjabat kepala Divisi III/Sipil/II PT Waskita Karya. Jarot dan Desi ditetapkan sebagai tersangka pada 13 Juli.
Di tanggal yang sama, KPK juga menetapkan mantan Kepala Proyek dan Kepala Bagian Pengendalian pada Divisi III/Sipil/II Waskita Fakih Usman. Lalu, dua tersangka lain, yakni Fathor Rachman (mantan kepala Divisi II Waskita Karya) dan Yuly Ariandi Siregar (mantan kepala bagian dan risiko Divisi II Waskita), ditetapkan sebagai tersangka pada 17 Desember 2018.
”Dalam proses penyidikan terhadap dua tersangka ini (Fathor dan Yuly), KPK mencermati fakta yang berkembang. Sehingga kemudian menemukan dugaan tindak pidana korupsi yang melibatkan pihak lain,” tutur Firli dalam konferensi pers di gedung KPK. Lima tersangka tersebut kemarin ditahan secara bersamaan di lima rumah tahanan negara (rutan) berbeda.
Sebagaimana diketahui, perkara proyek fiktif ditangani KPK sejak 2018. KPK menerapkan pasal 2 ayat (1) atau pasal 3 UU Pemberantasan Tipikor juncto pasal 55 ayat (1) ke-1 juncto pasal 65 ayat (1) KUHP. Berdasar laporan hasil pemeriksaan investigatif Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), total kerugian keuangan negara dalam perkara tersebut Rp 202 miliar.
Perkara itu bermula dari pekerjaan subkontraktor pada 2009 yang diduga fiktif di proyek-proyek Divisi III/Sipil/II Waskita. Pembiayaan pekerjaan itu diambilkan dari dana Waskita. Desi yang saat itu menjabat kepala Divisi III/Sipil/II Waskita menyepakati pengambilan dana tersebut. ”DSA (Desi) kemudian memimpin rapat koordinasi internal terkait penentuan subkontraktor,” papar Firli.
Kelima tersangka kemudian melengkapi dan menandatangani dokumen kontrak serta dokumen pencairan dana terkait dengan pekerjaan subkontraktor yang diduga fiktif itu. Perbuatan tersebut baru berhenti pada 2015. Dana yang terkumpul dari proyek fiktif itu diduga digunakan untuk membiayai pengeluaran di luar anggaran resmi Waskita.
Pengeluaran yang dimaksud diduga digunakan untuk pembelian peralatan yang tidak tercatat sebagai aset perusahaan, pembelian valuta asing (valas), operasional bagian pemasaran, diberikan sebagai fee untuk pemilik pekerjaan (bouwheer) dan subkontraktor yang dipakai, pembayaran denda pajak perusahaan subkontraktor, serta digunakan untuk kebutuhan pejabat danstaf Divisi III/Sipil/II Waskita. Selama periode 2009–2015 itu, setidaknya ada 41 kontrak pekerjaan subkontraktor fiktif pada 14 proyek yang dikerjakan Divisi III/Sipil/II Waskita.
Perusahaan subkontraktor yang digunakan untuk melakukan pekerjaan fiktif itu adalah PT Safa Sejahtera Abadi, CV Dwiyasa Tri Mandiri, PT MER Engineering, dan PT Aryana Sejahtera.
Adapun 14 proyek yang dicantoli subkontraktor fiktif itu adalah pembangunan bendungan Jatigede (tipe C tahun 2008–2010 dan tipe B tahun 2010–2012), pembangunan Kanal Timur-Paket 22, jasa pemborongan pekerjaan tanah tahap II Bandara Medan Baru (paket 2), pembangunan PLTA Genyem 2 x 10 mw (tipe B), normalisasi Kali Bekasi Hilir (tipe B), dan flyover Merak– Balaraja. Kemudian, jalan tol Lingkar Luar Jakarta Seksi W1 Ruas Kebon Jeruk–Penjaringan Paket 8 dan Ramp On/Off Kamal Utara (tipe C), flyover Tubagus Angke tipe C (rel kereta api), jalan tol Cinere–Jagorawi Seksi 1 Timur (tipe B), jalan layang non-tol Antasari–Blok M (paket lapangan Mabak), normalisasi Kali Pesanggrahan Paket 1 (tipe B), jalan tol Nusa Dua–Ngurah Rai–Benoa Paket 2, jalan tol Nusa Dua–Ngurah Rai–Benoa Paket 4, dan jembatan Aji Tullur Jejangkat. (Utari