JAKARTA – Semua regulasi dan kebijakan pemerintah yang dibuat di Negara Republik Indonesia harus bernafaskan Pancasila. Hal ini ditegaskan Deputi Bidang Pengkajian dan Materi (Jianri) BPIP, FX Adji Samekto menghadiri secara daring/online diskusi dengan tema “Menakar Urgensi RUU HIP (Rancangan Undang-undang Haluan Ideologi Pancasila)” yang digelar Komunitas Ba’omong Hukum Universitas Kristen Satya Wacana (UKSW), Salatiga, Jawa Tengah, Sabtu (27/6).
Selain Adji, M. Ali Taher Parasong, Anggota DPR RI Fraksi Partai Amanat Nasional (PAN) dan Umbu Rauta, Akademisi UKSW juga hadir sebagai narasumber dalam kegiatan diskusi yang dihadiri sekitar hampir 40-an orang itu.
Ali Taher yang diberikan kesempatan pertama, membuka paparannya terkait informasi-informasi seputar pembahasan RUU HIP.
“Sumber RUU bisa dari pemerintah, bisa dari perorangan DPR, fraksi atau Baleg (Badan Legislatif), terkait itu RUU itu berdasarkan matriks, berada di urutan nomor 25, (Rancangan) UU tentang Pembinaan Ideologi Pancasila, dalam perjalanan menjadi HIP, keterangan inisiasif DPR, pengusul Fraksi PDIP”, jelas Ali.
Lebih lanjut, Anggota DPR RI asal Flores, NTT Dapil Banten itulah menceritakan mengenai sejarah perjalanan mensosialisasikan dan memperkuat kembali Pancasila pascareformasi. Dimulai sejak sosialisasi Empat Pilar Kebangsaan yang disosialisasikan MPR RI ketika diketuai oleh Almarhum. Taufik Kiemas pada era Presiden SBY, sampai ke dibentuknya Unit Kerja Presiden Pembinaan Ideologi Pancasila (UKP PIP), kemudian dinaikan levelnya menjadi Lembaga Pemerintah Non Kementerian yaitu BPIP.
Dilihat dari urgensinya, Ali mengatakan, “kelembagaan ini (pembinaan ideologi Pancasila) perlu, untuk melakukan pembinaan, sebagai implemtasi kebangsaan, yang vakum pasca bubarnya BP7.”
Dalam kesempatan yang sama, Adji menginformasikan kepada peserta, bahwa RUU HIP yang sempat beredar beberapa waktu lalu masih draft RUU, belum final. Menurut Adji secara ketentuan yang diatur dalam UU Pembentukan Peraturan Perundangan-undangan, draft yang dari DPR RI diserahkan kepada Presiden.
Kini Draft RUU HIP itu dalam tahapan pembahasan, termasuk di dalamnya ada pembahasan daftar inventaris masalah (DIM), masyarakat juga bisa berkontribusi dalam memberikan masukan kepada DIM itu.
“Lalu presiden mengadakan Menteri terkait (dalam hal ini menkopolhukam), untuk melalukan pembahasan Dalam waktu 60 hari setelah RUU itu diterima presiden,” terang Adji.
Di luar konteks polemik yang sedang terjadi terkait RUU HIP, Adji mengingatkan bahwa menghadirkan dan memperkenalkan kembali Pancasila masih menjadi sangat urgen.
“Pasca Reformasi, ada upaya dari untuk mengkerdilkan Pancasila sebagai Dasar Negara. Pancasila hanya diajarkan sebagai ilmu pengetahuan saja, seolah Pancasila itu di luar dari kita (manusia Indonesia), padahal sejatinya Pancasila itu melekat,” ungkapnya. Lebih dari itu, menurut Adji regulasi-regulasi yang dibuat di Negara Republik Indonesia harus bernafaskan Pancasila.
“Menempatkan Pancasila dalam konteks yang lebih konkret, Pancasila bisa diimplementasikan sebagai contoh dalam penanggulangan ancaman krisis pangan yang mungkin terjadi ditengah pandemi”, ujar Adji.
Kepada Bangkitlah.com dilaporkan, Guru Besar Ilmu Hukum Universitas Diponogoro menutup paparan dengan mengungkapkan diperlukan landasan-landasan bagaimana melakukan pembinaan ideologi Pancasila dan menghadirkan kembali Pancasila dalam setiap kebijakan dan regulasi yang diambil di Negara Republik Indonesia.
Dalam sesi paparan terakhir, Umbu Rauta menerangkan bagaimana proses pembentukan peraturan perundang-undangan dalam sistem ketatanegaraan. “Ada empat tindakan pembentukan perundang-undangan, to legislate, to execute, to adjudicate, to verificate,” jelas Umbu. Menurutnya, sore ini yang dibicarakan adalah RUU HIP dalam tindakan to adjudicate.
Terkait dengan urgensi dari RUU itu, Umbu menyarankan untuk para peserta kembali melihat naskah akademik yang dibuat guna mendukung lahirnya draft RUU serta program legislasi nasional (prolegnas) yang ditetapkan DPR RI bersama pemerintah.
Terkait dengan polemik RUU HIP yang saat ini terjadi antara pemerintah dengan DPR RI, juga di internal DPR RI Umbu juga mengungkapkan, ”Jika dia sudah masuk dalam prolegnas, sudah jadi kesepakatan bersama antara DPR (RI) dan pemerintah,”.
Soal judul atau isi dari RUU HIP yang menimbulkan perdebatan, menurut Umbu bukan suatu hal yang tidak bisa diganti atau diubah. Mengingat posisi dari RUU itu masih dalam bentuk draft, bahkan ketika sudah disahkan menjadi UU, judul dan isi masih bisa diubah. Jadi, menurutnya itu bukan sesuatu yang mutlak. (Utari)