JAKARTA – Ahli militer dan intelejen Dr. Connie Rahakundini Bakri mengingatkan peningkatan ancaman terorisme dengan penggunaan Advanced Biological Agent yang merupakan pengembangan dari Genetically Modified Traditional Agents dan Biochemical Agent.Semenjak 2003 sampai 2023 adalah masa Genomic era setelah ditemukannya Human Genom Sequenced hal ini dikutipnya dari Biosecurity and Bioterrorism 2003 Mary Ann Liebert, Inc. yang dipaparkan pada Diskusi Publik Pusat Studi Keamanan Internasional, Universitas Padjadjaran Bandung, Kamis (28/5) yang bertemakan ‘Pelibatan TNI Dalam Memerangi Terorisme’.
“Sacara umum pembuatan senjata kimia dan biologi sangat mudah. Hal ini dapat dilakukan oleh seorang ahli untuk merancang program tersebut. Disinyalir kelompok-kelompok teroris telah memiliki kemampuan pembuatan senjata tersebut,” demikian ujarnya mengutip John M. Collins dalam Military Strategy: Principle, Practices and Historical Perspective
Ia menjelaskan mengapa perang dilakukan dengan menggunakan senjata biologi dengan melakukan perbandingan biaya pada area satu kilometer persegi. Senjata konvensional menghabiskan dana $2.000, senjata nuklir $ 800, senjata kimia $ 600, sedangkan senjata biologi hanya satu dollar saja.
“Senjata bilogi tidak dapat dideteksi oleh X-Ray atau anjing pelacak. Mudah untuk disebarkan. Ketika manusia, hewan atau tumbuhan terinfeksi maka manusia, hewan atau tumbuhan tersebut akan berfungsi sebagai perangkat transportasi senjata biologi tersebut,” jelas Connie Rahakundini.
Ia menjelaskan dalam Biowar (Perang senjata biologi), keamanan dan pertahanan nasional lah yang diserang. Senjata biologi sulit dideteksi, menyebabkan mortalitas tinggi, menyebabkan kepanikan publik dan gangguan sosial, sehingga memerlukan tindakan khusus untuk kesiapan kesehatan masyarakat.
“Senjata biologi memberikan dampak non kesehatan yang tinggi,” tegasnya.
Leads Bangkitlah.com dilaporkan, Connie menegaskan, pelepasan disengaja agen biologis berupa virus, bakteri, jamur atau racun adalah dalam rangka menyebabkan penyakit atau kematian diantara populasi manusia, tanaman pangan dan ternak untuk menteror populasi sipil dan pemerintahnya dalam scenario terorisme telah menjadi kenyataan.
“Untuk itu deteksi dini berupa intelejen atau surveillance dan investigasi yang cepat atalah kunci untuk mengendalikan serangan. Peran epidemiologi kesehatan masyarakat dan lingkungan sangat penting uuntuk pelaksanaan intelejen dan intervensi militer untuk aktif menanggulangi. (Utari)