JAKARTA – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) masih menemukan kesemrawutan penyaluran bantuan sosial (bansos) dalam penanganan pandemik COVID-19 karena belum adanya Data Terpadu Kesejahteraan Sosial (DTKS) yang diperbaharui di sejumlah daerah.
“Dalam pelaksanaannya, KPK masih menemukan kesemerawutan terkait penyaluran bansos. Masalah utamanya disebabkan belum adanya DTKS yang diperbaharui di sejumlah daerah,” ujar Plt Juru Bicara KPK Bidang Pencegahan Ipi Maryati Kuding melalui keterangannya di Jakarta, Selasa (19/5).
KPK telah menerbitkan Surat Edaran (SE) Nomor 11 Tahun 2020 pada 21 April 2020 tentang Penggunaan DTKS dan Data non-DTKS dalam Pemberian Bantuan Sosial ke Masyarakat, agar penyaluran bansos tepat guna dan tepat sasaran.
“Sesuai dengan SE, KPK mendorong penggunaan DTKS dijadikan sebagai rujukan awal pendataan di lapangan yang teknisnya dilakukan dengan melibatkan hingga ke satuan kerja terkecil di masyarakat, yaitu RT/RW untuk melakukan perluasan penerima manfaat (non-DTKS) dan pemadanan Nomor Induk Kependudukan (NIK) dengan Dinas Dukcapil,” tuturnya.
KPK, kata Ipi, juga mendorong keterbukaan data terkait penerima bantuan, realisasi anggaran, dan belanja terkait bansos sebagai bentuk transparansi dan akuntabilitas.
“Selain itu, KPK meminta kementerian/lembaga/pemda agar menyediakan saluran pengaduan masyarakat terkait hal ini,” ujar dia.
Sedangkan dalam upaya pencegahan korupsi penanganan pandemik COVID-19, pada 2 April 2020 KPK telah membentuk tim pada Kedeputian Pencegahan yang bekerja mendampingi Gugus Tugas Percepatan Penanganan COVID-19 baik di pusat maupun di daerah.
“Empat titik rawan yang menjadi fokus area pendampingan adalah terkait pengadaan barang dan jasa, refocusing dan realokasi anggaran COVID-19 pada APBN dan APBD, pengelolaan filantropi atau sumbangan pihak ketiga yang dikategorikan bukan gratifikasi, dan penyelenggaraan bansos,” ungkap Ipi.
Di tingkat pusat, kata dia, pendampingan dilakukan KPK bersama-sama dengan Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP), Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah (LKPP) dan kementerian/lembaga terkait.
“Sedangkan di tingkat daerah, KPK juga melibatkan seluruh personel pada unit Koordinasi Wilayah (Korwil) Pencegahan KPK bersama-sama dengan BPKP Perwakilan dan Aparat Pengawasan Intern Pemerintah (APIP) untuk mendampingi dan mengawasi 542 pemda di Indonesia dalam penanganan COVID-19, termasuk di dalamnya penyaluran bansos maupun Bantuan Langsung Tunai (BLT) Dana Desa,” kata Ipi.
Sebelumnya, Presiden Joko Widodo meminta sejumlah lembaga, yaitu KPK, Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP), dan Kejaksaan Agung untuk mendampingi penyaluran berbagai bantuan sosial bagi masyarakat yang terdampak pandemik COVID-19.
“Yang paling penting, bagaimana mempermudah pelaksanaan di lapangan, oleh sebab itu keterbukaan itu sangat diperlukan sekali dan untuk sistem pencegahan minta saja didampingi KPK, BPKP, Kejaksaan,” kata Jokowi, di Istana Merdeka, Jakarta, Selasa.
Ia menyampaikan hal tersebut dalam rapat terbatas dengan tema “Ratas Penyederhanaan Prosedur Bansos Tunai dan BLT Dana Desa” yang diikuti Wakil Presiden Ma’ruf Amin, para menteri Kabinet Indonesia Maju serta pejabat terkait lainnya.
“Kita memiliki lembaga-lembaga untuk mengawasi, untuk mengontrol agar tidak terjadi korupsi di lapangan,” kata Jokowi, yang juga meminta agar prosedur penyaluran bansos disederhanakan.
“Ternyata memang di lapangan banyak kendala dan problemnya adalah masalah prosedur yang berbelit-belit, padahal situasinya adalah situasi yang tidak normal yang bersifat extra ordinary,” kata dia, yang juga menekankan pentingnya kecepatan dalam distribusi bansos.
Untuk dapat menyinkronkan data, dia juga meminta pelibatan RT, RW, dan kepala desa dalam mekanisme penyaluran bansos yang transparan.
Pantau Penyaluran
Kepada Bergelora.com dilaporkan, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) ikut memantau penyaluran bantuan sosial (bansos) guna memastikan bantuan tepat sasaran kepada warga terdampak pandemi COVID-19.
“Saya mengajak KPK meninjau penyaluran bansos. Ini sejalan dengan Instruksi Presiden agar kami yang ditugasi menyalurkan bansos ada pendampingaan dari institusi seperti KPK, BPKP, LKPP saat pengadaan,” kata Menteri Sosial Juliari P Batubara dalam keterangan persnya yang diterima di Jakarta, Selasa (19/5).
Mensos didampingi Ketua KPK Firli Bahuri mengecek langsung proses distribusi bansos sembako Bantuan Presiden di dua titik di wilayah Jakarta Selatan, yaitu di RT 01 RW 02 Cipete Utara, Kecamatan Kebayoran Baru dan di RT 14 RW 001, Kelurahan Pondok Labu, Kecamatan Cilandak.
KPK hadir untuk mengawasi proses penyaluran bantuan sosial sembako agar lebih tepat sasaran, sekaligus mengacu pada pedoman dan memastikan tidak ada tindak penyelewengan di lapangan.
“Kami sengaja datang pada penyaluran bansos untuk memberikan kepastian bahwa setiap warga negara memiliki hak menerima bantuan dengan berpegang pada prinsip bantuan harus tepat sasaran,” kata Ketua KPK.
Berdasarkan surat pedoman pelaksanaan program bantuan sosial data penerimaan bantuan sosial adalah Data Terpadu Kesejahteraan Sosial (DTKS).
“Jika ditemukan warga yang layak menerima, padahal tidak masuk DTKS wajib dimasukkan. Sebaliknya jika ada nama di DTKS, tapi sudah tidak layak menerima harus dikeluarkan. Bansos harus tepat sasaran,” kata Firli.
Tercatat penyaluran bansos sembako di RW 02 Kelurahan Cipete Utara, Kecamatan Kebayoran Baru, untuk 13 RT, yaitu tahap I sebanyak 709 paket, tahap II kedua (beras) 704 paket, serta tahap III 1.361 paket.
Penyaluran bansos tahap III di DKI Jakarta ada total 2,1 juta KK, dengan rincian sebanyak 1,3 juta KK menggunakan anggaran dari Kemensos dan 850 ribu KK dari anggaran Pemprov DKI.
“Pada penyaluran bansos sembako tahap III di DKI Jakarta menggunakan data by name by address , juga dipastikan tidak tumpang tindih dengan data pada tahap sebelumnya,” kata Mensos.
Dibandingkan dua tahap sebelumnya, dalam penyaluran bansos tahap III terjadi penambahan penerima bansos, hal itu karena ada data baru yang diusulkan oleh RT RW dan kelurahan.
“Saya kira itu bagus, ada penambahan penerima bansos di tahap III. Itu artinya semakin akurat dibanding dua tahap sebelumnya. Jadi, wajar saja kalau di tahap pertama masih terjadi ‘trial and error’,” katanya.
Berdasarkan data di wilayah Pondok Labu tercatat sudah disalurkan bansos sembako dari Presiden sebanyak tiga tahap, serta baru sekali dari Pemprov DKI Jakarta. (Utari)